Monday, July 01, 2019

SEJARAH GEREJA DI TANAH PAKPAK

SEJARAH INJIL DI TANAH PAKPAK
(Sejarah Gereja Di Tanah Pakpak )

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam rentang waktu yang cukup panjang hingga sekarang, tulisan yang berbicara tentang hadirnya injil ke tanah pakpak sangat minim, bahkan dapat di katakana belum terdapat tulisan maupun catatan yang bersifat sistematis baik dari segi sistematika penulisan maupun dari sudut substansi tulisan itu sendiri. Sehingga segala perbuatan dan tindakan serta kegagalan-kegagalan dan kebaikan-kebaikan dari proses pekabaran injil pada masa awal itu dapat di katakan masih terselubung, dan terkesan terlupakan serta kurang di hormati.
Untuk itu penting sifatnya di lakukan pengkajian yang lebih sistematis dan terperibnci, sehingga pembaca khususnya masyarakat pakpak mengetahui latar belakang sejarah berdirinya Gereja (lembaga awal) yang bekerja memberitakan injil bagi masyarakat tanah pakpak. Dengan kajian ini di harapkan mampu memberi referensi yang bersifat ilmiah menyangkut awal masuknya injil ke wilayah Tanah pakpak.
Bahwa pada awal masuknya injil ke wilayah tanah pakpak, di wilayah tersebut telah terdapat peradapan kehidupan yang cukup modern. Masyarakat suku pakpak yang berdiam di daerah tersebut telah terdapat sistem hukum dan budaya yang telah berlaku sejak lama sebelum masuknya injil. Sistem keprcayaan yang di kenal oleh agama Sipelebegu, sistem kekerabatan yang di pimpin oleh Raja kuta bahkan sampai kepada kebiasaan hidup (tradisi) setempat telah di sebut dengan Adat pakpak.
Hal-hal di atas tentunya memiliki pengaruh yang luas terhadap masuknya injil pada masa itu. Demikian sebaliknya terhadap injil yang di bawa para pakabar itu tentu juga berusaha mempengaruhi budaya setempat yang di temui nya di daerah tersebut. Di mana Gereja dalam menjalankan tugas panggilannya untuk mengembangkan misi Kristus di dunia ini, selalu berjumpa dengan kebudayaan yang di miliki manusia/masyarakat. Dan tidak boleh tidak bahwa Gereja dalam menjalankan tugas tersebut, harus memberikan jawapannya akan budaya yang ada.
      Sebagaimana yang dikatakan oleh verkuyl (1960;35):
“Apabila kita menghadapi suatu situasi tertentu, maka senantiasa amatlah berguna untuk       menyelidiki bagainmana pendirian umat Kristen dalam abad-abad yang lampau dan juga pada zaman sekarang terhadap situasi kebudayaan yang di hadapi itu, dan bagaimana jawapan nya terhadap pertanyaan yang di jumpainya.”


Selain itu pembahasan menyangkut awal masuknya injil ke wilayah tanah pakpak dalam kajian ini akan Nampak bagaimana kebudayaan local versus injil. Artinya injil yang kelak memberikan sebuah lembaga awal (Gereja) akan mengkordinir kebudayaan dan tradisi setempat. Lembaga awal (Gereja) tersebut dala misi Zendingnya mestinya sedapat mungkin tidak akan terkontaminasi dengan adat dan tradisi serta kepercayaan setempat akan tetapi dapat mendirikan sebuah tonggak awal pekabaran injil yang mampu mengaktualisasi inti ajaran yang di bawanya.
Penginjilan yang di lakukan oleh para pekabar injil di tanah pakpak, tentulah memiliki keistimewaan dan cirri khas tersendiri dari bentuk-bentuk penginjilan yang terdapat di daerah-daerah lainnya, baik dari sudut metode, tantangan yang di hadapi, tokoh dan pelaku, waktu dan tempat serta perkembangannya.
Dengan di lakukannya pengkajian ini di harapkan dapat memperkaya serta melengkapi literatur Sejarah Gereja di Tanah Pakpak, Sejarah Gereja GKPPD (Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi) serta menambah catatan-catatan penting menyangkut pengaruh budaya terhadap kehidupan gereja di wilayah tanah pakpak, waktu dan tempat, tokoh pelaku, metode dan tantangan di dalam sejarah bawal masuknya injil ke wilayah tanah pakpak yang di bawa oleh para utusan-nya. Di samping itu di harapkan dapat pula menambah kesanah sejarah Gereja Indonesia di atas perkembangan sejarah Gereja-gereja di muka Bumi. 
Di samping itu menyangkut waktu dan  di tingkatan tokoh gereja, tokoh budaya dan para pemerhati sejarah dan budaya pakpak yang terlihat dari munculnya berbagai tanggapan atas penetapan 100 tahun masuknya injil di tanah pakpak oleh GKPPD pada tanggal 12-13 september 1905 di kuta usang Sumbul kabupaten Dairi pada tulisan ini akan dapat di lihat dengan lebih objektif.
Akan tetapi dalam pengkajian dan penyusunan yang di maksud penulis di harapkan dapat bersikap jujur dan adil, seperti yang di ungkapkan oleh G. Van Schie ( 1994;65) yang memaparkan, yakni:
”dalam mempelajari Sejarah Gereja Kristiani, seharusnya sikap kita ‘adil’ dan ‘jujur’, sikap kita harus jujur, artinya: menyebutkan fakta-fakta yang baik dan juga fakta-fakta yang tidak atau kurang baik, tanpa memutar balikkan kebenaran dan tanpa mendiamkan sesuatu yangb penting.
Oleh karena itu, kiranya tidaklah di artikan mulut jika ungkapan latar belakang penulisan kajian ini yang menjadi alasan dasar  penulis dalam melakukan  pengkajian ini. Di samping itu keinginan penulis untuk memperdalam pengetahuan tentang ilmu sejarah gereja khususnya sejarah lahirnya lembaga penginjilan pertama (gereja) di Tanah Pakpak.
Dengan alasan-alasaan tersebut di atas penulis merasa terpanggil untuk menggali dan mengembangkan sejarah masuknya injil di wilayah tanak Pakpak sebagai salah satu bentuk tugas dan tanggung jawab penulis terhadap gereja dan Dia sang Kepala Gereja.
Ahirnya penulis sampaikan alasan terhadap pemilihan judul yakni :
“SEJARAH INJIL DI TANAH PAKPAK” (Analisis Historis Dan Budaya Periode 1904-1911).
Menurut hemat penulis, bahwa dengan judul di atas akan dapat mewakili sebagian dari makna yang di kandung  dalam pembahasan proses awal masuknyta injil di Tanah Pakpak. Yang di mulai dari kehadiran para pekabar injil yang pertama sekali sampai pembentukan sebuah jemaat hingga  dengan terbentuknya sebuah lembaga (Gereja) mula-mula di tanah Pakpak. Bahwa dengan pemberian judul kecil yakni pembatasan periodisasi berdasarkan masa awal pengkabaran injil di tahun 1904 sampai 1911.

PEMBATASAN MASALAH
Ada beberapa factor penting dalam pembahasan menyangkut masuknya injil di tanah pakpak, untuk itu perlu di buat pembatasan masalah yang akan di bahas dalam tulisan ini. Pembatasan masalah yang di maksud di lakukan agar pembatasan nantinya lebih spesifikdan terfokus pada topic yang telah di tentukan.
Winarno Surakhman (1985;36), menerangkan bahwa:
“Pembatasan ini di perlukan bukan saja untuk memudahkan atau meyederhanakan masalah bagi penyelidikan, tetapi juga untuk dapat menetapkan lebih dahulu segala sesuatu yang di perlukan untuk memecahkannya yaitu: tenaga, kecekatan, waktu serta ongkos yang timbul dalam rencana itu.”
Maka dengan itu dalam tulisan ini akan membahas pengaruh masuknya injil hingga berdirinya jemaat pertama di tengah-tengah tanah Pakpak yang mempunyai budaya beragama tersendiri. Mencari bagaimana injil mempengaruhi budaya setempat dan menganalisa unsure-unsur budaya yang diakomodir oleh gerja yang telah melembaga. Periode1904 s/d 1911 adalah awal masuknya injil hingga berdirinya lembaga gereja pertama sekali di wilayah Tanah pakpak. Akan tetapi pada pembahasan ini akan tetep di uraikan secara singkat menyangkut waktu, metode dan tokoh pelaku serta waktu perkembangan lembaga yang di maksud dalam konteks kekinian gereja-gereja yang terdapat di wilayah tanah Pakpak. Hal ini di maksudkan agar dalam pembubuhan waktu dan tanggal tidak semata-mata hanya bersifat pertanggalan dan nama-nama kota saja.



PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah ini di lakukan untuk menyederhanakan permasalahan yang akan di   bahas dan yang akan di teliti. Lebih lebih lugasnya Muhammad Ali (1982;39), menerangkan:
“rumusan masalah dalam penelitian merupakan acuan dalam menjawab masalah yang akan di teliti. Hal ini di maksudkan agar si peneliti (si penulis) tak menyimpang dari tujuan penelitian yang di lakukannya.”
Berikut beberapa pertanyaan yang dimunculkan yang bermamfaat untuk mempermudah pemahaman dan peyederhanaan permasalahan yang akan di bahas dalam pembahasan SEJARAH INJIL DI TANAH PAKPAK (Analisa Historis Dan Budaya Periode 1904-1911)
Bagaimana proses awal masuk nya injil ke wilayah tanah pakpak termasuk bagaimana injil mewarnai kehidupan social budaya suku pakpak?

TUJUAN KAJIAN
Ada beberapa tujuan kajian yang merupakan tujuan  penulis dalam melakiukan kajian ini, antara lain :

Ubtuk menemukan sejarah awal masuknya injil di wilayah tanah pakpak sampai pada masa pelembagaan injil serta bagaimana injil mewarnai kehidupan sosial budaya suku pakpak.

MAMFAAT KAJIAN
Adapun mamfaat kajian mengenai awal masuknya pekabaran injil di wilayah tanah pakpak dalam analisis historis dan budaya yang di batasi pada periode 1904-1911 di mana terbentuknya lembaga awal pekabaran injil di wilayah tanah pakpak yang di lakukan penulis ini adalah antara lain:
Bagi Gereja

Untuk menemukan sejarah awal masuknya injil di wilayah tanah pakpak
Pengaruh kebudayaan setempat terhadap berdirinya lembaga awal (Gereja) di tanah pakpak pada periode 1904-1911.
Untuk melihat dengan jelas sejarah awal berdirinya lembaga gereja mula-mula di Wilayah tanah pakpak dalam melihat konteks kekinian gereja.
Untuk melihat sikap gereja yanmg telah melembaga terhadap unsure budaya setempat sehingga hal-hal yang tidak sesuai dengan injil dan hal-hal yang merupakan kesalahan di masa lalu tidak akan terulang kembali di masa kini dan di masa yang akan datang.
Menambah kasanah sejarah Gereja GKPPD dalam merefleksikan keberadaan GKPPD saat sekarang dan untuk pertumbuhan Gereja ke depan.

2.  Bagi Pembaca

Sebagai bahan masukan bagi pembaca dalam memahami sejarah masuknya injil di wilayah tanah pakpak pada periode 1904-1911, khususnya bagi masyarakat suku pakpak yang ingin memperdalampengetahuan tentang Sejarah gereja pakpak yang terdiri dari berbagai aspek penelitian yang dapat di lakukan guna pengembengan nilai-nilai sejarah gereja di wilayah tanah pakpak.

Bagi penulis
Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk meraih gekar Sarjana Theologia dari STAKN Tarutung.
G. METODE KAJIAN
Dalam pengumpulan data yang di gunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini dalam mennggunakan metode Penelitian Kepustakaan (Library Research).
Dalam penelitian kepustakjaan ini, penulis memperoleh data berdasarkan kepustakaan atau dokumen yaitu dengan cara membaca buku-buku ilmiah dan catatan-catatan atau sumber-sumber lainnya yang ada hubungannya dengan masuknya Injil di Tanah Pakpak. Data tersebut akan di olah dan di perbandingkan dngan hasil wawancara yang di peroleh dari di lapangan.


BAB II
TANAH PAKPAK SEBELUM MASUKNYA INJIL
Grografis Tanah Pakpak

Secara tradisional wilayah tanah pakpak memiliki cakupan yang cukup luas yang di mulai dari kawasan Dairi, Kabupaten pakpak bharat, kabupaten aceh singkil, dan sebahagian wilayah kabupaten humbang hasundutan yakni kacamatan parlilitan dan sekitarnya sebagaimana selama ini di kenal secara umum sebagai ulatnya masyarakatv suku pakpak.
Menurut data statistik yang ada di departemen Agama Dairi yang lahir dari pecahnya kabupaten Tapanuli Utara pada tanggal 02 mei 1983, adapun batas-batas kabupaten Dairi yang sekarang telah di mekarkan yakni menjadi kabupaten Dairi dan kabupaten Pakpak Bharat:

sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Tapanuli Utara (TAPUT) dan provinsi Aceh (sekarang berbatasan antara Pakpak  Bharat dengan kabupaten Humbang Hasundutan, kabupaten tapanuli tengah (TAPTENG) dan kabupaten Aceh singkil).
Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Karo dan Aceh.
Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Simalungun dan kabupaten TAPUT (sekarang bertasan antara kabupaten dairi dan kabupaten pakpak Bharat dengan kabupaten Toba samosir (TOBASA) dan kabupaten simalungun).
Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Aceh Selatan (sekarang bertasan antara Kabupaten Pakpak bharat dan Kabupaten dairi dengan kabupaten aceh sinkil dan kabupaten aceh selatan).
Tanah pakpak di diami oleh “kalak Pakpak” (suku pakpak) walaupun saat sekarang kabupaten dairi  mayoritas penduduk nya adalah suku batak toba.secara geografis dan kultur pembagian dalam suku pakpak wilayah tanah pakpak di bagi menjadi lima suak menjadi; suak simsim berada di wilayah kabupaten pakpak bharat,  suak kelasen berada di wilayah kabupaten Humbang Hasundutan, suak boang berada di wilayah kabupaten aceh singkil, suak pegagan berada di wilayah  dairi, dan suak keppas berada di wilayah kabupaten Dairi.
Tanah pakpak yang di pecah-pecah oleh Belanda pada masa penjajahan, sebagian dimasukkan ke daerah kabupaten tapanuli selatan, sebagian ke bagian kabupaten Aceh selatan (sekarang Aceh Singkil), kabupaten Aceh tenggara. Sementara simsim, pegagan dan keppas masuk ke kabupaten tapanuli Utara (sekarang kabupaten Dairi dan kabupaten Pakpak Bharat).
Menurut penuturan salah seorang tokoh masyarakat pakpak yang tidak di sebutkan namanya tertuang dalam buku EBENEZER Sejarah 75 tahun kekristenan di Salak Simsim 1911-1986 (1986:6) menyangkut asal nama simsim memaparkan bahwa :
”Ia kata simsim merkerohrohen ipas penatapen mi sada delleng kan perballengen mi timur si mergerar Sibarteng. Ukum menetap misi, teridah mo babo delleng I cimcim (ndeas) kalohon. Janah lot sada lae I gembar delleng I lae mersimsim. Nai kalak simerohen mi simsim dekket si merian isi dekkah mi dekkah namenggerari aur sini gembar delleng sibarteng I mergerar simsim janah tikki I penjajahen Bulanda I dokkn ngo van simsim. Kecamatan salak dan kecamatan kerajaan bagendari ngo sitermasuk mi simsim”.
Dari kutipan di atas dapat di terangkan asal kata simsim yang berasal dari kata cimcim yang arytinya datar, dalam cerita tersebut di ceritakan dari kaeadaan pemandangan sebuah gunung yang ada di perbatasan kabupaten pakpak bharat dengan daerah yang di diami suku batak toba (sekarang kabupaten tobasa dan kabupaten humbang hasundutan),yang bernama delleng (gunung) sibarteng.
Jika kita memendang ke arah gunung tersebut Nampak keadaan puncak gunung yang sangat rata atau mendatar yang dalam bahasa pakpak di sebut “cimcim”. Sehingga pada ahirnya orang-orang yang datang  melalui gunung sibarteng dan yang tinggal di sekitar gunung itu menemakan daerah yang di diami itu dengan sebutan simsim.
Dan yang terahir di katakana bahwa kecamatan salak dan kecamatan kerajaan lah yang termasuk ke dalam suak simsim, di mana pada tahun 2004 telah di mekarkan dari kabupaten Dairi menjadi kabupaten dairi dan kabupaten pakpak bharat, sementara kecamatan nya juga telah di mekarkan menjadi 8 kecamatan yaitu: kecamatan salak di salak, kecamatan sitellu tali urang julu di singgabur, kecamatan sibagindar di sibagindar, kacamatan mahala majanggut di tinada, kacamatan si empat rube di jambu, kacamatan kecupak di kecupak, kacamatan kerajaan di sukarame dan kecamatan sitetellutali urang Jehe di sibande. Pada zaman belanda daerah simsim di sebut dengan van simsim.
Sensus keagamaan
Adapun sensus keagamaan menurut data pada tahun 1983 sebagaimana terdapat pada tulisan salmon lingga (1983:8) di kabupaten Dairi (sekarang kabupaten dairi dan kabupaten pakpak bharat) adalah sebagai berikut :
Agama Kristen protestan =35730 RT atau 178.602 jiwa
Agama islam =13.770 RT atau 51.884 jiwa
Roma katolik =11.050 RT atau 41.596 jiwa
Budha =620 RT atau 376 jiwa
Hindu = -
Dan lain-lain =1030 RT atau 5.068 jiwa
Jumlah seluruhnya =62. 200 RT atau 277.505 jiwa”

Hingga pada saat sekarang agama mayoritas penduduk wilayah tanah pakpak (Dairi dan Pakpak Bharat) adalah beragama Kristen. Di wilayah kabupaten dairi mayoritas penduduknya bergabung ke dalam gereja HKBP selainnya GKPPD,GBKP, GKPI, HKI,Gereja-gereja kharismatik (Pentakosta) dan lainnya. Sementara di wilayah kabupaten pakpak bharat mayoritas penduduknya adalah beragama Kristen protestan yang merupakan bagian dari jemaat GKPPD.
Penduduk kabupaten dairi dan kabupaten pakpak bharat serta kabupaten aceh singkil yang termasuk wilayah tanah pakpak menganut kelima agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang maha ESA yang di akui oleh Negara. Dan dapat dinyatakan bahwa pada masa kini tidak terdapat lagi penduduk yang tidak baragama.
Akan tetapi penduduk masyarakat pakpak yang berdiam di wilayah kabupaten aceh singkil agama mayoritas yang di anut penduduknya adalah agama islam. Hal ini sangat di pengaruhi oleh penyebaran agama islam di wilayah propinsi Aceh sejak lama. Di samping itu penyebaran agama Kristen di daerah  ini memiliki tantangan yang cukup berat baik dari institusi Pemerintahan maupun dari tekanan-tekanan masyarakat setempat yang mayoritas beragama islam.
Kepercayaan Masyarakat Tanah Pakpak sebelum Masuknya Injil
Menurut pemaparan seksi sejarah panitia Jubileum HKBP Simerkata pakpak salak dalam Ebenezer sejarah kekristenan di salak simsmim, memaparkan bahwa sejak mulanya masyarakat suku pakpak sudah memiliki rasa sosial yang nampak dalam melakukan aktivitas kesehariannya dalam bahasa pakpak di sebut ”mersiurup atau rimpahrimpah ataupun pemerabinabin”. Pada saat menuai padi misalnya di lakukan “mekua” ataupunmengundang para tetangga ataupun sanak familinya. Merkua di lakukan dengan tradisi mndatangi rumah-rumah tetangga maupun sanak famili tersebut dengan membawa Gatap napuren (daun Sirih dan semacamnya) atau isap (rokok) yang akan di berikan kepada “sinikua” (orang yang di Undang )
Menyanngkut hukum adat dan tatatertip kehidupan masyarakat adat prof. Bushar Muhammad  S.H (2003:17) juga memaparkan bahwa :
“di mana ada masyarakat di situ ada hukuk adat, inilah suatui kenyataan umum, di seluyruh dunia. Hukum adat tumbuh, di anut dan di pertahankan sebagai peraturan penjaga tata tertip sosial, serta tata tertip masyarakat dalam menjalani kehidupannya…..”
Demikian halnya masyarakat pakpak, memiliki falsafah hukum adat pakpak yang menyangkut tipologi mastarakat suku pakpak berbunyi ”Nggeluh I kandong adat, mate I kandong tanoh”  (terj. Indonesia : hidup di atur/di kandung oleh adat dan mati di kandung oleh tanah). Inilah yang menjadi salah satu falsafah yang selalu di pegang masyarakat pakpak. dan barang siapa yang melanggar janji atau melanggar adat di kenai sanksi sepeerti hukum “I seat” atau di penggal di hulu sungai, hal ini di maksudkan agar setitik pun darahnya tidak tinggal di darat akan tetapi hanyut sampai ke laut dan berbagai bentuk sanksi lainnya yang di buat oleh para nenek moyang orang pakpak. hukum-hukum ini sudah di jalankan sejak dahulu kala oleh mayarakat suku pakpak. di samping itu masih sangat banyak hukum-hukum yang mengatur cara hidup masyarakat suku pakpak yang telah berjalan sejak lama  sebelum masuknya injil ke tanah pakpak.
Menurut pdt. J. Th. Panjaitan S.Th (1974) yang menyatakan bahwa :
“suatu kebiasaan yang mengajukan orang pendatang di tanah pakpak yakni jarang berjumpa dengan penduduk tanpa parang di pinggang atau parang di tangan, bahkan di pekan sihorbo (suak pegagan) daging manusia di perjual belikan dengan harga mahal”.
Dari keterangan di atas, diketahui bahwa masyarakat pakpak ketika itu pada masa Pdt. Samuel Panggabean pertama kali datang di kuta Usang pada tahun 1905, saat  itu masyarakat pakpak masih hidup di tengah keadaan tanpa hukum yang baku, akan tetapi hidup dalam kebebasan dan aturan-aturan lisan dari sang raja-raja.
Dermikian halnya dengan kepercayaan masyarakat suku pakpak sebelum masuknya kekeristenan di tanah pakpak memiliki agama tersendiri yang di sebut “Agama sipelebegu”. Agama sipelebegu percaya kepada kekuatan alam, oknum dan jin-jin yang masing-masing memiliki kekuatan tersendiri.
Menurut St.B.T. Tumangger, J.H Manik,dkk. (1986:6-8) menyatakan;
“bahwa kepercayaan masyarakat pakpak menyambah berraspati di tanoh, tunggung ni kuta,  namora, berru sondang, naga lae yang di sebut, sembahan lading (kampung dan mempercayai kekuatan “datu atau dukun” yakni melalui melihat hari, jandi namora, rasihen dan batu sitermurmur (kebaikan) yang di sebut “Debata guru” yang juga di sembah.”
Menurut kepercayaan sebagaimana di sebut di atas merupakan sebuah inspirasi bagi masyarakat pakpak untuk belajar atau merguru merguru dalam mencapai keabadian. Bahkan para pencari “Datu sitermurmur” ini akan pergi merantau ke simalungun, Tanah karo, barus dan aceh. Dan barangkali inilah salah satu motivasi awal diaspora masyarakat pakpak.
Untuk menunjukkan kuasa dukun, banyak terjadi permusuhan antara satu kelompok atau kampong masyarakat dengan kelompok kampong yang lain yang di sebut “Graha”. Musuh yang paling di benci di tangkap kemudian di potong dan sebagai tanda pelampiasan dendamnya, untuk menunjukkan kemenangan daging manusia yang terbunuh dapat di makan. Dan untuk menunjjukkan kemenangan dan untuk lebih di segani ataupun dengan maksud agar lebih di takuti, gigi musuh yang telah terbunuh di cabut dan di pertunjukkan di muka bangunan sebuah rumah.
Menurut Alm. G.Lingga dalam wawancara Salmon Lingga (1983:15)
Memaparkan:
“Ada pengisi alam yang unik, di mana sebagian orang menganggap kekuatannya melebihi kekuatan manusia, di mana ia harus di sembah dan di ambil hatinya. Selain itu kejadian-kejadian alam seperti banjir, gempa, penyakit, dan sebagainya yang sangat membahayakan adalah perbuatan “oknum” tertentu yang mempunyai kekuatan (magi). Sioknum tersebut menurut pemeluk kepercayaan sipelebegu mau datang ke rumah dan mempunya tubuh serta dapat berpidah-pindah. Ia juga berbentuk roh-jiwa tetapiu tidak kelihatan dan mempunyai sahala”.
Sehingga menurut penganut agama ini si oknum yang memiliki kekuatan tadi harus di sembah agar terhindar dari bahaya. Sahala atau di sebut singal adalah wibawa, kekuatan, khasiat (magi) dari orangv yang telah mininggal misalnya bapak leluhur mereka, orangtuanya dll.
Kepercayaan-kepercayaan seperti di sebut di atas tadilah yang di anut oleh orang-orang tua yang mendiami desa secara terisolir itu dari dahulu kala. Kepercayaan itu telah mendarah daging. Cerita-cerita tentang tatacara penyembahan dan asal mula pengetahuan ahli mimpi dan dukun di peroleh dari suatu pokok kayu besar, seperti yang di uraikan para guru mereka secara turun-temurun telah di ceritakan dan menjadi bahan pengetahuan generasi (dukun) berikutnya dan telah menjadi cerita rakyat latar belakang terjadinya pengetahuan para dukun itu.
Dimana cerita-cerita yang di maksud akan juga di ceritakan secara turun-temurun dan akan teringat apabila ada orang yang di rasuk setan (begu-beguan). Cerita tradisi baik agama alimiah, pengobatan alamiah telah mendarah daging di mana telah mempertetap persekutuan mereka (masyarakat pakpak dahulu) baik marga, desa (kuta), lingkungan, keluarga seolah-olah tidak dapat  lagi di ganggu gugat dan di pisahkan.
Tradisi seperti ini secara umum terjadi di berbagai daerah di bumi nusantara Indonesia, di mana agama-agama suku di anggap memiliki kebeneran masing-masing, seperti  yang di paparkan oleh Drs.  Widagdho, dkk (2004:193) yang memaparkan:
“Dalam agama terdapat kebenaran-kebenaran yang di anggap di wahyukan, artinya di beritahukan oleh Tuhan langsung atau tidak langsung  ke pada manusia (para penganutnya)”

Pengaruh Agama-agama Lain Di Suak Pakpak
Pengaruh Agama Hindu
selain itu sebelum masuknya injil ke tanah pakpak agama hindu juga sudah di sana. Masih menurut catatan  St. B. T, Tumangger, J.H Manik, dkk. (1986) yang mengatakan:
“Enggo ngo lot dekket merembahken Ugamo hindu, ai lot ngo mersembah mi debata sini geraren debata hyang. Iketo ngo lot hyang si panganen, hyang perabiten, hyang silot, I ulaken ngo pake tulan-tulan si mate, asa menahang nina I bakap si nggo mate I ulang I dendenni tulah barang sumpah si sempa bana”
Dari kutipan di atas, berarti selain agama alam pada ketika itu telah pula ada agama Hindu yang di anut oleh sebahagian masyarakat setempat yang mana tradisi agama ini memiliki pengaruh yang begitu besar di dalam pembentukan tradisi dan budaya pakpak khususnya menyangkut pemahaman terhadap orang mati dan sikap-sikap terhadap alam semesta.
Namun demikan rasa cinta kasih sesama dalam kehidupan sosial masyarakat suku pakpak sangat lah besar, hal ini dapat kita lihat dari sebuah falsafah hidup masyarakat yang mengatakan: “Situknumellu isisellu, mbue numelu ipas nderu. Batang-batang pencarien, imo mertahuma, merkemenjen, meang, kuburen (kapur barus) damar sarongitngit, merpinakan dekket sidebanna”,   yang artinya setiap kesempatan harus di gunakan sebaik mungkin dan dalam mencari nafkah bekerjalah dengan berladang, berkemenyan, beternak dan lainlain.
Pengaruh masuknya agama hindu seperti yang di maksud di atas dapat kita lihat lagi menurut penuturan Ling Br. Boangmanalu (2006) salah seorang saksi sejarah kehidupan lebbuh Solin Tumba yang sampai bkini masih hidup. Beliau mengungkapkan dalam wawancara dengan penulis, bahwa:
“jauh sebelum masuknya injil ke tanah pakpak, tepatnya di lebbuh tanoh solin tumba mereka telah menganut kepercayaan agama sipelebegu yang menyembah kekuatan-kakuatan magis yang terdapat di pohon kayu yang besar (Kayu Wara), jenis burung-burung tertentu yang dapat menunjukkan kematian seseorang serta kepada suara-suara alam. Menurut mereka bahwa benda-benda maupun hal-hal aneh yang mereka percayai itu memiliki kekuasaan yang dapat membantu dan dapat pula mencederai mereka dalam perjalanan kehidupan mereka sehari-hari.
Menurut kepercayaan tersebut setiap usai panen mereka akan mempersembahkan      sajian-sajian kepada roh atau jin atau pengian kuta yang mereka percayai itu dengan cara meletakkan sesajian tersebut kebawah pohon atau ke tempat-tempat yang di anggap keramat. Dengan melakukan hal yang demikian maka untuk tahun-tahun mendatang hasil panen pun akan terus bertambah. Dan menurut Ling Br.Soliun hal ini pun dapat tarjadi bagi mereka ketika itu.
Demikian halnya dengan hal-hal yang gaib yang terjadi sewaktu-waktu, jika seseorang melihat atau mendengar suara burung tertentu, itu tandanya si pendengar atau orang yang melihat akan mengalami kematian dalam waktu dekat, dan tentunya tidaklah semua orang akan mengalaminya. Menurut mereka hal ini kebanyakan terjadi pada orang tertentu yang kurang menghormati tempat keramat yang di maksud atau karena berbicara sembrono di lingkungan tempat keramat tersebut.
Hal tersebut di atas dapat  kita bandigkan dengan tradisi agama hindu yang terdapat di Bali, seperti yang di paparekan oleh  I Gusti Ngurah Harta (2000:30), yakni:
“Ilmu leak adalah  hantu jadi-jadian berupa kera, burung hantu, kucing, babi, dll yang di ciptakan  oleh seseorang dengan jalan memantrai unutk beralih wujud menjadi hewan atau wujud-wujud lain yang di inginkannya. Hal tersebut di sebut ilmu leak.”
Hal lainnya dapat kita lihat lagi menurut pemaparan Komang Sutama (1999:29), yang di laksanakan sistim bakar mayat yang di sebut versi gading yang di anut berdasarkan wangsit yang di perolehnya, yakni :
“saya percaya bahwa pasiwik yang saya terima adalah benar adanya. Dan bakar mayat atau ngaben terhadap orang hidup ini alasannya adalah atas perintah dari pasiwik suci yang di terimanya secara lansung.”
Selain itu sampai pada waktu lebbuh (kampung) solin tumba mereka tinggalkan tahun 1960-an, orang yang meninggal masih di berlakukan sistim bakar zenajah. Ini merupakan bentuk pengaruh dari agama Hindu. Jenajah yang di bakar lalu abunya diu angkat ke Zerro (tempat perabuan jenajah) yang telah di sediakan sebelumnya.
Dan sampai pada orangtua dari Ling Br. Boangmanalu masih memberlakukan bakar jenajah bagi penduduk yang meninggal di lebbuh Solin Tumba, yang sampai sekarang zerronya masih dapat di temukan di daerah tersebut.

Pengaruh Agama Islam
Pengaru agama Islam di suak Simsim,Suakn keppas dan suak pegagan
Sebelum masuknya Injil ke tanah pakpak di perkirakan Agama Islam telah punya pengaruh di daerah itu, sebab pada tahun 1825-1829 yang di kenal perang paderi yang di pimpin tuanku Rau datang memerangi suku Batak. Kaum paderi mengetahui bahwa belanda memeluk agama Kristen sebab kaum paderi tidak suka ada orang atau bangsa yang mengganggu keimamnan mereka terhadap ajaran agama islam yangt bdi bawa saudagar-saudagar Gujarab pada abad yang ke-14 dari Arabia.
Sementara sejak tahun 1679 jemaat Kristen telah ada di padang yang merupakan bagian dari Gereja VOC yang berpusat di Batavia, walaupun hal tersebut hanya sebagai Tameng para penjajah dalam menjalankan aksi penjajahannya di daerah itu. Seperti yang di paparkan oleh Van Den End (177), bahwa:
“…Di semua daerah VOC bertanggung jawab dalam kemajuan Gereja. Siapapun di Negara dia punya agama, maka orang-orang Kristen katolik di suruh menjadi penganut agama Kristen protestan”.

Karena serangan penjajah Hindia Belanda maka kaum paderi memasuki daerah selatan (Mandailing Angkola)  sekaligus menyebarkan agamanya. Pada tahun 1824 disaat berkecamuknya perang Paderi dengan Belanda, penginjil dari inggris tuan burton dan Ward di bunuh oleh orang batak, sementara di daerah silindung pada tahun 1834 pdt. Munson Lyman di bunuh dengan alasan orang batak tidak suka dengan kedatangan orang lain di daerahnya.
Demikian halnya di tanah pakpak sebelum masuknya injil, agama islam telah di kenal oleh sebagian masyarakatnya yang juga di bawa oleh para pedagang dari Mesir, Turki dan Arab. Daerah yang di apit oleh Aceh dan Tapanuli ini ketika itu merupakan tempat persembunyian Raja Sisingamangaraja XII setelah ia di buru oleh para penjajah Hindia Belanda dari wilayah Tapanuli, dimana pada ketika itu hampir seluruh daerah tapanuli telah di kuasai oleh pemerintahan Hindia Belanda.
Dalam keadaan seperti nitu lah I.L. Nomensen pada tahun 1905, mengutus utusannya untuk melihat daerah tanah pakpak. berikut Pdt. J. TH. Panjaitan S.TH (!974;16) memaparkannya:
“tanggal 07 september: (Pdt.Samuel Panggabean) berangkat dari paropo menuju pakpak di sertai oleh suruhan Raja paropo menuju pakpak di sertai  oleh suruhan raja paropo, yang juga membawa sepucuk surat pengantar kepada raja pakpak. jalan tikus yang sampai ti buntu amat curam dan sesudahnya harus berjalan melalui daerah yang penuh lumpur dan akar-akar kayu.”
Sehingga dapat di pastikan Pdt.Samuel panggabean masih melihat lansung bagaimana pengaruh agama islam yang telah terlebih dahulu datang di tanah pakpak.
Sementara raja sisingamangaraja  XII yang pada waktu-waktu sebelumya (1873) selalu bertemu lansung dari teuku Umar penguasa daerah aceh dalam menentang penjajahan Hindia Belanda. Selain itu raja Sisingamangaraja  XII memiliki panglima yang berasal dari Aceh dan minagkabau, sehingga kerapkali Raja sisingamangaraja XII mendengar kata “Bismillah” dari mulit para prajurit dan tentara Aceh dan Minangkabau itu.
Menurut keterangan Salmon Lingga (1983:41) yang di paparkan dalam skripsi minornya, ia menerangkan bahwa:
“….terbetik berita bahwa sejak serangan paderi ke tanah Bataki pakpak raja sisingamangaraja XII (ompu tuan Bolon) tewas, keturunannya telah memeluk agama islam. Dan masih banyak lagi alasn dan peluang yang di berikan oleh Zending Islam dalam menyabarkan agamanya.”
Sedemikian kuat pengaruh agama islam di tanah pakpak ketika itu sehingga masuknya injil di tanah pakpak sempat mengalami kesulitan. Di tambah lagi pengaruh agama parmalin yang di anut oleh para pengikut raja sisingamangaraja XII dimana para penganutnya sebagian besar adalah orang-orang Batak.
Raja sisingamangaraja XII dalam menentang penjajahan Belanda juga tidak bisa di pisahkan oleh peranan orang-orang islam yang di anggapnya sangat membantu perjuangannya melawan penjajah. Bahkan raja Sisingamangaraja XII pernah berdoa terhadap penganut agama Islam yang di anggap sebagai teman seperjuangannya dalam melawan penjajahan Hindia Belanda pada masa itu.
Hal tersebut dapat kita lihat   dari apa yang di paparkan oleh prof. W.B. Sijabat  (1982:382), yaitu: 
“jadi dalam doanya raja sisingamangaraja XII mengalamtkan permohonannya kepada Mula Jadi Nabolon atau Debata; namun di alamatkannya pula kepada tokoh-tokoh lain untuk juga memamfaatkan sahala yang di yakininya ada dalam diri dalam soripada Aceh dan Raja Rum (Raja Stambul), yang di maksudnya adalah Sultan Turki, karena adanya gerakan Pan Islamisme dari Sultan turki dewasa itu”
Pengaruh Agama Islam di Suak Boang (Aceh)
Jauh sebelum masuknya injil di daerah aceh, agama islam sudah sangat kuat di daerah tersebut. Masyarakat aceh secara umum telah menganut agama islam secara mendarah daging. Hal ini bukan hanya di kalangan masyarakat bawah saja, melainkan seluruh pejabat dan tokoh-tokoh masyarakat aceh pun telah menganut secara sukarela.
Sehingga, sejarah masuknya injil di suak boang tidak terlepas dari tantangan yang di hadapi para penginjil dari pengaruh agama islam aceh yang cukup keras baik secara fisik maupun doktrinasi. Bahkan tidak jarang dalam penginjilan dan perjalanan kehidupan sehari-hari gereja maupun masyarakat Kristen di Aceh mendapat gangguan dari oknum-oknum tertentu yang tidak ingin agama Kristen berkembang di daerah tersebut.
Hal tersebut sudah di mulai semenjak awal masuknya injil di suak boang khususnya Aceh selatan yang merupakan bagian berikutnya malah agama Kristen di daerah itu semakin berkembang pesat.
Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan jemaat yang semakin besar dari sutu jemaat menjadi beberapa jemaat yang pada ahirnya di bentuklah satu resort di daerah tersebut yakni  HKBP resort kuta kerangen.adapun jemaat-jemaat baru yang berhasil di dirikan padaketika itu seperti jemaat si atas, jemaat huta tinggi, jemaat tuktukan, jemaat biskang, jemaat lae geccih dan lainnya yang mencapai 15 jemaat. Namun pada perkembangan berikutnya  pada tahun-tahun 1980-an ke atas banyak di antara jemaat-jemaat tersebut harus di tutup karena gangguan keamanan, lagi-lagi dari pihak-pihak tertentu yang tidak mengingnginkan  perkembangan agama Kristen  di daerah itu.

Kebudayaan, Hukum dan Pemerintahan Suku Pakpak Lama
Jauh sebelum masuknya injil ke wilayah tanah pakpak masyarakat yang berdiam di sana telah memiliki unsure-unsur kebudayaan dan adat istiadat yang tersendiri. Masyarakat yang kesehariannya hidup di pertanian tradisional telah pula memiliki perangkat-perangkat organisasi pemerintahan yang ada pada prinsipnya memiliki funsi ketahanan terhadap keberlansungan hidup mereka. Berikut dapat digambarkan struktur organisasi pemerintahan menurut Etnis pakpak pada masa zaman dahulu kala seperti yang di paparkan oleh R. Maibang  (2001:7)
”Perenu haji  merupakan kekuasaan tertinggi yang di bantu oleh beberapa Takal Aur sesuai dengan luas geograpinya. Takal aur membawahi beberapa pertaki (setinkat kepala desa). …. Untuk keamanan dan katahanan desa di bawah pimpina pakalima (panglima) yang di bantu oleh beberapa pengulu balang. Sedangkan bidang kesehatan di tangani  oleh nangguru dan si baso yang di sebut paranormal sekarang ini. Kesimpulan yang di ambil oleh pertaki adalah berdasarkan musyawarah (runggu) sulang silima dengan badan lainnya seperti pakalima  dan nangguru maupun permang-mang”
Sementara menurut keterangan berikutnya di terangkan bahwa bidang pertanian di bawah pimpinan parmangmang untuk mengatur turun ke ladang dan menanam padi sera kegiatan lainnya  yang bertalian dengan bercocok tanam dan tatatertip  sistim tanam. Bahwa semenjak tehnik bertanam sudah di mulai oleh masyarakat suku pakpak walau pun hanya sebatas tatatertip dan waktu penanaman. Akan tetapi untuk perawatan dan pengembangan tanaman   belum memiliki  sistim pertanian yang maju. Artinya pertanian tradisional yang mereka terapkan itu belum maksimal sehinhgga ada sebuah musim yang terjadi sekali dalam satu tahun yang di sebut dengan musim “lehe” yang artinya pada masa-masa tertentu terjadi musim kelaparan di mana saat pergantian musim tersebut terjadi beberapa lama sebelum masa panen.
Di samping itu simbol kesukuan pakpak pada massa pra masuknya injil masuk ke tanah pakpak masyarakatnya telah mengenal istilah perlambangan (Bendera). Masyarakat suku pakpak memiliki bendera dengan 3 warna yaitu: putih di bagian atas mencerminkan kepercayaan dan keyakinan kepada tuhan yang maha kuasa. Warna meraah di bagian tengah mencerminkan sikap ksatria, berani menegakkan keadilan dan kebenaran, warna hitam di bagian bawah membarikan pengertian saling menyayangi dan saling menghormati sesama mahluk  ciptaan tuhan di bumi.
Demikian juga dengan tulisan (aksara) masyarakat pakpak sejak dahulu telah memilikinya. Aksara pakpak yang di buat oleh para nenek moyangnya itu memiliki keunikan-keunikan tersendiri yang bebeda dengan tulisan atau aksara yang terdapat pada suku-suku di Indonesia. Aksara pakpak ini sering di temukan pada ukiran-ukiran di rumah adat pakpak di tempat-tempat bale pertemuan (Bale Kuta) yang pada masa itu dapat di temui di hampir setiap lebbuh (perkampungan asal) marga-marga daan bagian-bagian kecil dari marga..
Sehingga dapat di pahami bahwa pra masuknya injil ke tanah pakpak, masyarakat yang berdiam di daerah itu telah memiliki peradapan kehidupan yang cukup modern. Bahkan di atas tadi telah di sebutkan bahwa masyarakat yang berdiam di daerah itu telah memiliki peradapan kehidupan yang cukup modern. Bahkan di atas tadi telah di sebutkan bahwa masyarakat yang berdiam di daerah tersebut sudah memiliki kemampuan berbahasa suku lain melalui kebiasaan membali barang dagangan dari siantar dan dari daerah-daerah tapanuli.


BAB III
MASUKNYA BERITA INJIL KE TANAH PAKPAK
(periode 1907-1911)

Awal masuknya Injil Ke Tanah Pakpak
Pada keadaan seperti yang di paparkan di atas, lebih tepatnya di sebut masih hidup dalam kegelapan dan keterbelakangan. Akan tetepi di situ lah pekabaran Injil di mulai di daerah tersebut yang di bawa oleh para utusannya. Begitu sulit dan banyak-nya tantangan yang di hadapi, baik dari minimnya para penginjil sampai pada kerasnya alam dan kehidupan sosial masyarakat setempat yang harus di taklukkan oleh para penabur injil. Semua itu di lakukan tentunya demi berdirinya sebuah berita Kerajaan Allah di simsim tanah pakpak.
Bahwa dengan sagala tantangan dan rintangan serta keinginan yang begitu kuat dari para pelayan tuhan pada ketika itu hingga pada perkembangan berikutnya dapat menghasilkan benih yang menjadi tumbuh dan berkembang di tanah pakpak. benih yang semakin bertumbuh itulah nantinya sebagai wal berdirinya jemaat mula-mula yang berkembang menjadi lembaga pekabaran injil yang bersifat informal sampai pada di bentuknya sebuah lembaga resmi yakni Gereja yang lahir dan berkembang menjadi lembaga pekabaran injil yang bersifat informal sampai pada di bentuknya sebuah lembaga resmi yakni gereja yang lahir dan berkembang di beberapa tempat dan wakru yang berbeda-beda dengan tantangan dan metode serta tokoh pelaku nyang berbeda-beda pula.

Injil Di mulai Di Suak Simsim, suak pegagan dan suak keppas Tanah Pakpak
Menurut tulisan sejarah yang di keluarkan oleh Kantor pusat GKPPD. The Short Story Of The Estabilisment Of GKPPD; Jln kebaktian Sidikalang, memaparkan dalam teks inggris, bahwa :
“In 1911 the gospel have arrived to the society of pakpak dairi by the Christianity trasder from Tapanuli. After several peoples of pakpak profess the Christianity religion, the efforts of evangelization be continued by zending Board Of HKBP that be called as zending Batak.”
Dalam terjemahan bahasa Indonesia: “pada tahun 1911 injil telah sampai kepada masyarakat dairi, yakni melalui pedagang kaum Kristen dari tapanuli Utara, setelah beberapa orang pakpak menyatakan beragama Kristen lalu usaha-usaha penginjilan itu kemudian di lanjutkan oleh Zending batak.”
Disatu sisi, dari kutipan di atas dapat di ambil kesimpulan kecil bahwa injil pertama kali masuk ke tanah pakpak yang dinyatakan oleh kantor pusat GKPPD secara resmi adalah tahun 1911, walaupun sangat di sayangkamn pada teks tersebut perincian tanggal, bulan yang di maksud tidak di terangkan secara jelas oleh pihak gereja yang bersangkutan.
Akan tetapi menurut apa yang di paparkan oleh St. B. T. Tumangger, J.H. Manik, Dkk. (1986:11-12): merupakan sebuah dukungan yang sangat kuat terhadap asumsi di atas, di mana di tambahkannya pula bahwa awal kehadiran injil di tanah simsim di tandai dengan di babtisnya 21 orang simsim salak sebagai orang pertama masyarakat pakpak yang di babtis menjadi orang Kristen di bawah pengawasan geraja HKBP, yakni:
“Iari 18 februari 1911, saut mo masa terdidi perjolo, sini kebbas ken ni pandita Brenschemid. Terdidi mo 21 kalak imo:
Raja mandalkop boangmanalu si mergerar david Boangmanalu
Raja Delleng Banurea si mergerar raja salomo Banurea…..”

Dengan di babtisnya ke 21 orang   Pakpak tersebut, maka oleh HKBP di nyatakan lah bahwa injil telah berkembang di wilayah tanah pakpak dari hasil pekabaran injil yag mereka lakukan. Dan momen ini merupakan saat yang lebih tepat dinyatakan sebagai awal masuknya injil di wilayah tanah pakpak secara formal. Artinya bahwa dalam proses penginjilan tersebut telah ada manusia yang terbabtis dan dinyatakan sebagai orang Kristen pertama di wilayah itu.
Namun menurut Pdt. A. Padang Bth, S.Th (2005:2). Pembacaan  Masuknya Injil di Tanah Pakpak Silima Suak, Pada pesta Perayaan 100 Tahun Injil Di Tanah Pakpak di Sumbul, 12-13 November2005, memaparkan :
“pada tanggal 07 september 1905, di utus lah Pdt. Samuel pnggabean untuk memberitakan injil ke tanah pakpak dairi, rute perjalanan yang di tempuh adalah melalui tigaras terus ke Aek popo, lae pondom dan terus mengikuti aliran lae (sungai) sikurang, di kecamatan pegagan hilir dan sampai ke kuta usang. Kedatangan  Pdt. Samuel panggabean di terima dengan hangat oleh raja si bayak pakasior manic. Pada tanggal 10 september 1905 di mulailah kebaktian pertama yang di ikuti oleh  Raja Sibayak Pakasior manic beserta dngan sanak familinya. Di dalam kebaktian tersebut Pdt. Samuel panggabean mengajarkan nyayian rohani No. 248:1 sebagai nyayian rohani pertama.”
Menurut apa yang di paparkan oleh kutipan di atas bahwa semenjak di adakan kebaktian pertama dan mengajarkan nyanyian rohani No.248:1 oleh Pdt. Samuel Panggabean di kuta usang yakn I tanggal 10 september 1905 inilah momen pertama masuknya injil di wilayah tanah pakpak dan di jadikan sebagai acuan dalam penentuan tanggal perayaan 100 tahun masuknya Injil di wilayah tanah pakpak.
Akan tetapi melalui tulisan dan momen perayaan sebagaimana di sebutkan di atas dapat di pahami bahwa GKPPD sebagai gereja local (gereja suku pakpak) yang hidup dan berkembang di tanah pakpak telah mengakui pula secara sah bahwa persoalan waktu dan tempat awal hadirnya injil ke tanah pakpak adalah pada tanggal 12-13 sebtember 1905. Dan hari peringatan awal hadirnya injil di tanah pakpak  sebagaimana tanggal tersebut di atas telah dinyatakan beberapa kali di lingkungan jemaat GKPPD.
Hal ini di tegaskan oleh Bishop GKPPD Pdt. E.J Solin (2005) dalam pidato resminya pada saat acara pembukaan selubung prasasti 100 tahun injil di tanah pakpak di kuta usang pada tanggal 12 september 2005 lalu. Beliau mengungkapkan :
“Bahwa perayaan awal masuknya injil ditanah pakpak pada tanggal 12-13sebtember telah pernah di rayakan di GKPPD resort medsn beberapa tahun yang lalu, selain itu di Amanak GKPPD juga hal ini telah di tuliskan sebagai tanggal masuknya injil ke tanah pakpak, serta padas  node sinunu yang di adakan di kerajaan pada waktu ituhal ini juga telah di ungkapkan.
”Bahwa perayaan awal masuknya injil di tanah pakpak pasa tanggal 12-13 september telah pernah di rayakan  di GKPPD resort medan beberapa tahun yang lalu, selain di almanak GKPPD juga hal ini telah di tuliskan sebagai tanggal awal masuknya injil ke tanah pakpak, serta pada sinode sinunu yang di adakan di kerajaan waktu itu hal ini juga telah di ungkapkan.”
Sehingga, dari kedua kutipan di atas dapat pula di ambil sebuah kesimpulan sementara, bahwa tahun awalnya masuknya injil di tanah pakpak adalah antara tahun 1904-1911, di mana kedua catatan tersebut dapat di anggap sebagai catatan yang paling berkopetensi dalam penentuan tahun-tahun sejarah masuknya injil ke tanah pakpak walau terdapat tanggal dan tahun sera pengakuan yang kontradiktif.
Sementara menurut catatan Samuel Panggabean (1905), memaparkan bahwa:
“pada tanggal 10 september 1905; tanggal ini jatuh pada hari minggu, hari yang berisikan kebaktian bagi umat Kristen, sekali pun seorang diri di antara banyak orang yang bukan Kristen. Demikian lah Pdt. Samuel Panggabean dikampung keluarga sibayak Pakasior manik membuka Alkitap serta membaca dari Alkitab injil markus bab 7 ayat 31-37.”
Dari kutipan di atas dapat kita ketahui bahwa sebenarnya Pdt. Samuel Panggabean pada ketika itu hanya melakukan ibadah se orang diri, tanpa melibatkan pihak keluarga sibayak pakasior. Sebab dalam catatan tersebut di katakana bahwa dalam ke baktian tersebut Samuel “Cuma seorang diri”  yang artinya pada ketika itu beliau belum sempat melakukan pengajaran ataupun aktivitas pekabaran injil secara sistematis., dengan kata lain bahwa Pdt. Samuel panggabean  tidak ada melakukan aktivitas penginjilan yang bersifat pemberitaan menyangkut misi penginjilan yang di bawa nya kecuali hanya beribadah seorang diri sebagaimana di tuliskan dalam catatan tersebut dan mengumpulkan informasi situasi sosial budaya dan tradisi masyarakat yang berdiam di daerah itu.
Lalu, yang menjadi pertanyaan,dari mana lah sumber tulisan Pdt. A. padang yang menyatakan bahwa pada ketika itu Pdt. Samuel panggabean “pada tanggal 10 sebtember 1905 telah memulai kebaktian pertama yang di ikuti oleh raja sibayak pakasior manic beserta dengan sanak familinya. Di dalam kebaktian tersebut Pdt. Samuel Panggabean mengajarkan nyanyian rohani No. 248 : 1 sebagai rohani pertama.”
Jika demikian halnya, maka kita dapat lihat lagi keterangan Van Den End (1992:266) yang memaparkan bahwa:
“pada tahun 1893 p.I di mulai di di pulau samosir, 1903  di daerah si malungun, 1917 di daerah pakpak. dengan demikian sekluruh tanah batak berada dalam lingkungan pengaruh Zending, sedangkan 180.000 orang telah masuk Kristen”
Menurut Van Den End injil di wilayah tanah pakpak baru di mulai pada tahun 1917, walaupun dalam catatan tersebut tidak di jelaskan secara rinci tanggal, bulan dan tempat dimulainya injil yang di maksud, sehingga tidak dapat di jadikan acuan dalam penentuan awal masuknya injil di wilayah tanah pakpak.
Sekarang dapat kita lihat lagi perbandingan dengan asumsi kehadiran pekabar injil pada masa raja  Sisingamangaraja XII pada abad ke 19 yang datang melalui para pengikut/mata-mata Maupun pasukannya dimana ketika itu telah menganut agama Kristen bahkan di antara para mata-mata dan penghubung raja sisingamangaraja XII itu sudah ada yang menjadi sintua di wilayah silindung, di mana para pasukan dan mata-mata raja sisingamangaraja XII itu juga tidak melakukan aktivitas penginjilan namunpun pasukan dan mata-mata yang di maksud juga melakukan bentuki kebaktian dan doa di tanah pakpak seperti yang di paparkan oleh Prof. Sijabat W. Bonar (1982:406,407) bahwa: “penghubung yang pantas tak boleh di lupakan adalah orang-orang yang sudah Kristen yaitu Penatua Gereja yang panglima Raja yang bernama Laban Siahaan, yang kemudian menjadi aktif dalam pekabaran injil dan kolportase”
Selain itu Lance Castles (1915:109) juga memberikan paparannya trentang telah hadirnya orang-orang Kristen ke dairi sebelum msuknya para penginjil, ia memaparkan bahwa:
“Mangihut Hezekiel manullang kepada asrama di narumonda dengan licik dan cerdik ayahnya  menjadi penghubung ke dairi kepada sisingamangaraja yang sampai abad 19 hubungan terputeu karena terlalu sulit menjalin kontak ataupun karena terlalu sulit untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan.”
Jika cerita ini bisa menjadi acuan dengan menentukan awal masuknya injil ditanah pakpak itu berarti tahunnya lebih tinggi lagi yakni sejak tshun 1908-an. Itu berarti masuknya injil di tanah pakpak jauh lebih tua lagi di banding dengan apa yang di ungkapkan oleh Pdt. A. padang pada tulisan perayaan 100 tahun injil di tanah pakpak dan pada saat pembabtisan pertama di simsim salak. Hal ini dapat kita ketahui dari pemaparan Van Deb End (1992:266) yang menerangkan bahwa:
“Pada tahun 1876 nomensen mendirikan beberapa pos.I di daratan tinggi toba. Daerah itu berada di bawah kekuasaan sisingamangaraja, pemimpin orang-orang batak dalam hal-hal rohani, maupun jasmani. Tetapi dia di pukul mundur oleh pasukan Belanda (1878-1883), sehingga p.I dapat berkemnang dengan bebas.”
Keterangan di atas di pertegas oleh O.H. S. Purba,Elvis F. Purba (1998:92), yang menempatkan bahwa:
“pada pemulaan 1900-an orang-orang dari tapanuli terutama batak toba mulai memasuki dairi, dimana sentrum bergeser dari wilayah Holbung ke humbang yang ahinya ke derah dairi. Lalu pada tahun 1907 dan masa berikutnya missioner Jerma R. Brinkschmidt dan N. Fuchs yang tiba di sidikalang pada tanggal 24 April 1908melihat orang-orang dari humbang, silindung, toba holbung sudah berjualan di sidikalang.”
Di tempat lain  tepatnya di sidikalang suak keppas pada tanggal 27 April 1908 ternyata telah berdiri sebuah jemaat. Hal ini di ungkapkan dalam “angka tahun sejarah batak” dan pada hari-hari penting HKBP. Namun pada tulisan yang di keluarkan itu tidak di sertai dengan keterangan mengenai awal berdirinya jemaat tersebut. Akan tetapi lahirnya jemaat baru di daerah tanah pakpak itu dapat di deskripsikan dan tiga kemungkinan yang dapat di terima secara logis, yakni:

Injil di bawa para mata-mata dan tentara raja sisingamangaraja XII
Berdasarkan tahun perayaan dan berdirinya jemaat sidikalang pada 27 april 1908, kemungkinan yang palind dekat adalah hasil penginjilan yang di lakukan oleh para mata-mata dan tentara raja sisingamangaraja XII yang semenjak abad ke 19 sebagaimana hal ini juga telah di terangkan pada bagian awal masuknya pedagang ke wilayah tanah pakpak setelah raja Sisingamangaraja XII menyingkir dan bersembunyi di tanah pakpak setelah penjajah hindia belanda terus memburunya dari daerah tapanuli.
Para mata-mata dan tentara mengikut raja sisingamangaraja XII pada masa itu sebagian besar adalah orang-orang yang telah menjadi Kristen bahkan ada yang telahmenjadi sintua di Gereja HKBP ketika berada di tanah silindung. Adapun mereka itumenjadi Kristen adalah hasil pekabaran injil yang di lakukan oleh badan Zending RMG, di mana pada masa itu telah berhasil mendirikan Gereja HKBP di wilayah tapanuli.
Asumsi ini dapat di yakini sebab para tentara dan mata-mata yang mengikut raja sisingamangaraja XII itu telah mendapat pengalaman serta pengajaran yang cukup mendalam tentang bagaimana hidup dalam Kristus. Sehingga sangat di kemungkinkan jika ketika mereka berada di tanah pakpak tempat mereka berada di dalam kesesakan akan berusaha membagi pengalaman mereka terhadap orang-orang yang  mereka temui di wilayah tanah pakpak yang pada ketika itu sama sekali belum pernah mendengar berita injil.
Uraian ini dapat di perkuat dengan apa yang di paparkan oleh patar (Oktober 2003;6)  yang menyatakan bahwa:
“pada1884-1907 raja sisingamangaraja XII, pahlawan nasional Indonesia dengan heroik meneruskan perang melawan penjajah Hindia Belanda dari dairi, tanpa sedikit pun bantuan dari orang-orang toba di silindung yang menyibukkan diri  untukmenjadi sintua agar anaknya di terima di sekolah Zending.”
Dari keterangan di atas dapat di pahami sebagai mana penting kekristenan dan injil bagi orang-orang  batak pada masa itu. Sehingga sangat di mungkinkan ketika ayah dari Yehezkiel manullang yakni kepala asrama sekolah zending di Narumonda telah melakukan aktivitas penginjilan. Aktivitas yang di maksud barangkali di lakukan dengan cara-cara terselubung sehinnga selain tidak dapat di ketahui umum juga di mungkinkan tidak dapat berkembang dengan pesat.
Oknum lain yang di mungkinkan melakukan aktivitas penginjilan terselubung di daerah tanah pakpak yang di mungkinkan menjadi cikal bakal lahirnya jemaat pertama di sidikalang adalah laban siahaan seorang panglima  raja yang menjadi penghubung kepada raja Sisingamangaraja XII. Laban siahaan pada masa itu telah menganut Agama Kristen, bahkan ia telah menjadi seorang sintua  di Gereja HKBP silindung tempat asalnya. Sebagai sintua Gereja ia juga turut menjadi penghubung yang baik kepada raja sisingamangaraja XII.
Dengan kesintuaan seorang penghubung sebagaimana di maksud tadi, akan sangat logis menjalankan fungsi bganda yakni sebagai penghubung sekaligus menjadi penginjil di daerah tanah pakpak. Hal seperti itu dapat di lihat seperti lahirnya lembaga awal di simsim yang di bawa oleh para pedagang Kristen tapanuli. Dengan motif berdagang mereka juga melakukan aktivitas penginjilan.
Demikian halnya mata-mata (penghubung) dan tentara raja sisingamangaraja XII yang lain sangat di mungkinkan melakukan aktivitas penginjilan yang terselubung. Akan tetapi karena tidak di lakukan secara terbuka dan melibatkan pihak-pihak lainnya aktivitas penginjilan itu menjadi terkubur bahkan menjadi se3buah misteri awal masuknya injil di daerah keppas.
Injil di bawa oleh para pedagang 
Asumsi ke dua awal masuknya injil ke suak keppas tanah pakpak dapat kita lihat dari kemungkinan oleh para pedagang Kristen yang datang ke daerah tersebut. Hal ini di poerkuat dengan melihat awal masuknya injil ke suak simsim yang di lakukan oleh para pedagang Kristen tapanuli setekah di bukanya jalan masuk ke daerah tersebut pasca di tembaknya raja sisingamangaraja XII di suak simsim oleh tentara hindia belanda.
Sementa menurut analisa geographynya lebih di mungkinkan bahwa daerah keppas lebih di masuku oleh para  pedagang Kristen tapanuli, sebab sebekum jalan ke daerah suak keppas di buka pada tahun 1907, daerah keppas tepatnya di kawasn sidikalang telah lebih dahulu ada akrivitas perdagangan sebab daerah ini merupakan salah satu kawasan lintas kepresidenan Tapanuli menuju Aceh.

Melalui para penjajah hindia belanda  
Bahwa pada tahun 1906 penjajah hindia belanda telah dengan leluasa menguasai wilayah dairi. Hal ini juga menjadi pertimbangan yang cukup penting dalam mempredisi awal berdirinya jemaat sidikalang. Keterangan ini dapat kita lihat dari apa yang di paparkan oleh sihombing (1961;92), yakni: “pada tahun 1906 tentara penjajah hindia belanda membawa sebanyak 400 orang pembantunya dari tarutung ke Sidikalang” yang merupakan sebuah imigrasi yang cukup besar dari wilayah tapanuli ke wilayah tanah pakpak.
Dengan demikian sangat di mungkinkan jika pembantu penjajah hindia belanda yang berjumlah 400 orang itu mkelakukan aktivitas penginjilan kepada masyarakat setempat yang mereka temui di daerah dairi. Sebabpada tahun 1906 masyarakat yang dibawa dari tapanuli itu telah lama mendengar dah hidup dalam terang injilk yang di bawa oleh Badan Zending RMG.
Pada masa sejak 1800-an orang-orang batak toba terutama yang berasal dari silin dung sebahagian besar telah menganut agama Kristen, bahkan telah banyak yang menjadi sintua, pelayan gereja dan telah mengecap pendidikan yang di buat oleh badan Zending RMG dan PMB (pardonganon mission batak).
Dengan demikian asumsi ketiga ini juga dapat di gunakan sebagai acuan dalam  melihat kemungkinan awal berdirinya jemaat HKBP sidikalang. Dan kemungkinan pada masa inilah yang paling memungkinkan dalam melihat awal berdirinya jemaat tersebut yang perayaannya di adakan pada setiap 27 april.
Dan ketiga asumsi di atas menyangkut berdirinya jemaat sidikalang pada tanggal 27 april 1908 yang paling di mungkinkan sebagai awal pendirian jemaat terse3but adalah pada bagian ke tiga. Penjajah hindia belanda yang membawa 400 orang pembantunya ke tanah pakpak, sebab sangat di mungkin kan jika yang ke 400 orang itu adalah orang-orang yang telah berpendidikan dari sekolah badan Zending. Dan jika telah mendapat pendidikan dari badan Zending otomatis berarti para pembantu itu juga telah pula menganut agama Kristen yang pada masa sebelumnya telah  lama berlangsung di silindung.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa ke dua yang pertama  dan yang ke dua itu tidak begitu banyak bisa di ungkapkan menyagkut tokoh pelaku dagang pada masa itu. Akan tetap sedikit dapat memperkuat asumsi ini adalah ketika Pdt.Samuel Panggabean penginjil yang di utus oleh badan Zending HKBP (PMB) tiba di daerah tanah pakpak di kawasan kuta usang suak pegagan, ia telah menemukan pekan dan ia bahkan menyempatkan diri berjalan-jalan dan berbicang-bincang di pecan sihorbo sebagai mana pada pemaparan terdahulu.
Namun sesuai pada apa yang di paparkan oleh H. Venema (1997;70)  menyangkut aktivitas fdan pelayanan pekabaran injil ada beberapa hal yang mesti di upayakan dalam konteks penginjilan, yakni :
Ada metoda (bercerita/mengajar)
Peribadatan (Beribadah/kebaktian,dll)
Penegakan jemaat (persekutuan)
Perbuatan (Firman dan Rahmat)
Gereja dan Kebudayaan (Kontekstualisasi)
Maka dengan demikian permulaan masuknya injil di tanah pakpak dapat di lihat dari beberapa kategori yang memiliki substansi yang berbeda namun tetap dapat di jadikan acuan dari masing-masing kategori baik dari sisi permulaan masuknya injil maupun kategori informal  seperti melalui para pedagang yang sambil memberitakan injil maupun oleh pengutusan Zending HKBP ataupun saat di lakukannya pembabtisan pertama oleh badan Zending HKBP di simsim salak. Hal ini merupakan analisis dan kesimpulan dari historis sejarah gereja dan budaya secara ilmiah.
Bahwa apa yang menjadi kontroversi  di antara tokoh budaya dan masyarakat pakpak dengan apa yang di ungkapkan dan di tetapkan oleh pihak GKPPD serta tulisan-tulisan yang memuat awal masuknya injil di tnah pakpak., menurut rasio ilmiah tida ada masalah. Artinya semua kategori penentuan tanggal dan tahun serta tempat awal masuknya injil di tanah pakpak tersebut memiliki muatan masing-masing yang harus di pahami secara positif.


B.  Tokoh Dan Metode Pekabaran Injil Di Tanah Pakpak
2.1 Metode pendekatan Sosial
Dalam pembahasan metode pekabaran injil di tanah pakpak penting sifatnya untuk di jelaskan bahwa cerita-cerita tertulis menyangkut awal masuknya injil ke tanah pakpak masih sangat jarang di dapat, selain karena minimnya tulisan tentang cerita sejarah pekabaran injil di wilayah tanah pakpak juga oleh karna kurangnya minat dan bakat para penulis khususnya orang-orang pakpak dalam mengembangkan tulisan-tulisan budaya pakpak secara khusus menyangkut awal masuknya injil ke tanah pakpak.
Untuk itu dengan tidak mengurangi makna cerita sejarah tersebut dalam pembahasan ini nantinya akan memuat beberapa cerita-cerita tradisional yang mengambil penulis dari cerita tradisi masyarakat dengan metode wawancara dari pada budayawan, agamawan pakpak, tokoh masyarakat (pengetua kuta) dan para saksi sejarah langsung yang masih ada. Penggabungan metode wawancara (lisan) dan kajian pustaka, hal ini kiranya tidak mengurangi makna dan ke-ilmiah-an dari tulisan ini.
Metode seperti ini dapat di benarkan menurut ahli sejarah separti Drs. Darmanto Jatman (1993:74) yang mengutarakan:
“Demikian lah lisan dan tulisan perlu di akrabkan, bukan untuk sekedar mempertahankan integritas dan identitas tetapi untuk membuahka sabda dan sabda akan menciptakan kembali bnmanusia”
Secara lebih rinci Kunowijoyo (1994;25) memaparkan mamfaat metode sejarah lisan, yakni:
“Sejarah lisan mempunyai sumbangan yang besar dalam mengembangkanb substansi penulisan sejarah, yakni: pertama: memberikan  kemungkinan yang hampir-hampir tak terbatas untuk menggali sejarah dari pelaku-pelakunya. Kedua: sejarah lisan dapat mencapai pelaku-pelaku sejarah ang tidak di sebutkan dalam dokumen. Ketiga:kemungkinnan perluasan permasalahan sejarah, karena sejarah tidak lagi di batasi kepada adanya dokumen tertulis.”
Menurut Ranap Br. Bancib (2003) salah seorang saksi sejarah awal masuknya injil di simsim salak tanah pakpak yang hingga sekarang masih hidup, di mana ia masih mengalami dan melihat lansung para pekabar injil awal yang masuk ke simsim salak, memaparkan bahwa para pekabar injil pada awalnya masuk ke tanah simsim salak yakni dengan cara berdagang dan menawarkan jasa perbaikan alat-alat elektronik dan alat-alat dapur.
Pada pekabar injil yang tidak dikenal itu belakangan di kenal bernama Julius Hutabarat dan Musa sibarani. Mereka adalah pedagang ulos yang datang dari daerah tapanuli yang telah lebih tinggi peradabannya di banding dengan masyarakat tanah pakpak.
Hal tersebut di atas di pegas lagi dengan pendapat St. B.T Tumangger, dkk (1986:30) yang memaparkan bahwa:
“….karena penjajah belanda telah mengetahui dengan pasti bahwa raja sisingamangaraja XII berada di simsim tepatnya 1907, raja sisingamangaraja XII berhasil di tembak oleh pasukan belanda  di pearaja kelasen, setelah melarikan diri dari kelasen ini. Setelah itu terbukalah jalan bagi para pedagang-pedagang datang ke simsim yaitu dari barus, melayu, singkil boang dan lainlain, juga pedagang dari tapanuli toba yang membawa dagangannya yaitu ulos dan cangkul karena orang batak toba memang sudah lebih maju…”


Menurut Ranap. Br Bancin, kehadiran Para pedagang ulos dan alat-alat pertanian itu pada awalnya memang mendapat kecurian kepada masyarakat, hal in  di lihat dari sikap was-wasnya masyarakat setempat terhadap mereka. Namun kelihaian para pekabar PI batak tersebut tidak kehabisan akal. Sambil berdagang  mereka juga menawarkan jasa sevis, yajni dapat memperbaiki alat-alat rumah tangga yang rusak seperti mempebaiki atap yang bocor, alat-alat dapur yang bocor dan alat-alat elektronik seperti radio transistor dan tape recorder yang pada waktu itu telah di  miliki masyarakat golongan tertentu.
Dengan pendekatan dagang dan jasa tersebut Julius hutabarat dan musa sibarani member ruang dan waktu yang luas untuk berkomunikasi langsung dengan masyarakat setempat. Sehingga dalam waktu yang cukup singkat mereka dapa mempelajari bahasa setempat (bahasa pakpak) dengan cepat walaupun masih sangat kesulitan dalam hal penyampaian. Demikian sebaliknya masyarakat setempat juga sambil belajar bahasa batak toba dari mereka.
Pemaparan tersebut di atas di perekuat oleh pendapat R. Banurea (2006) salah seorang tokoh masyarakat salak yang di wawancarai oleh penulis  menyatakan bahwa:
“Menurut cerita partua diri kin bai kalak penginjil idi nai kin ngo asa merkembang bahasa tebba I lembeng simsim en nang pe sebelumna enggo lot piga-piga kalak perkiuta en si enggo me mettoh bahasa tebba, imo bage kalak D. Boangmanalu dekket sidebanna si nggo nggati-nggati laus mi luar (luar simsim) lako belanja kain, isap dekket sidebanna imo mi siantar, dekket sidebanna.”
Pendapat tersebut di atas lebih kurang menjelaskan bahwa bahasa batak toba berkembang dan di ketahiu secara umum oleh masyarakat simsim di mulai pada saat kehadiran penginjil batak toba seperti Julius Hutabarat dan Musa Sibarani datang ke tanah simsim. Walaupun menurutnya sebelumnya juga telah ada beberapa orang yang mengetahui dari seringnya keluar simsim untuk berbelanja kain dan tembakau. Itu berarti bahwa kehadiran para penginjil ini juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan budaya batak toba di tanah pakpak sekaligus memperkuat asumsi yang menyatakan bahwa kawasan simsim salak tanah pakpak adalah merupakan hasil penginjilan orang-orang yang terlebih dahulu menganut agama Kristen.
Perkembangan yang di paparkan di atas dapat kita lihat juga dari apa yang di sampaikan oleh sihombing (1961:92) yakni: “pada tahun 1906 tentara belanda membawa sebanyak 400 orang pembantunya dari tarutung ke sidikalang”. Informasi tersebut berarti, bahwa migrasi masyarakat batak toba telah  di mulai semenjak dahulu jauh sebelum injil berkembang di tanah pakpak.
Lalu, dalam waktu yang singkat itu pula masyarakat setempat telah akrab dengan para penginjil, St. B.T Tumangger, dkk (1986:30) memaparkan: 
“Julius hutabarat dan Musa sibarani melihat alangkah besarnya kerugian jika hidup berladang dengan berpindah-pindah. Karena hal itu adalah sesuatu yang baru di dengar oleh orang yang mendengar mereka menjadi tertarik tentang ap yang di ajarkan. Musa sibarani elain berdagang ia juga dapat mengobati orang-orang yang sakit, dia menjadi terkenal menjadi tukang obat yang menurut pengertian orang-orang pakpak pada waktu itu sama dengan seorang dukun, karena melihat pembawaan yang sama dengan seorang dukun yaitu membacakan mantera sebelum memberikan obat kepada orang yuang menerima pengobatan. Sibarani memang berdoa sebagai orang Kristen sebelum memberikan pengobatan kepada sipasien.”
Dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan dari penduduk inilah justru di mamfaatkan para pekabar PI untuk pengabaran berita sukacita. Sesuai tradisi pengobatan masyarakat setempat bahwa dalam berobat selalu ada pantangan.
Demikian halnya musa sibarani dalam pengobatannya memiliki pantangan, ia menyatakan bahwa pantangan obatnya adalah menurut hukum taurat. Artinya jika telah berobat kepada musa sibarani harus pula menuruti hukum taurat yang pada saat berikitnya ia jelaskan apa itu hukum taurat yang mesti di jalankan oleh mereka.
Demikian seterusnya para penginjil datang dengan modus pengobatan, jasa perbaikan alat-alat rumah tangga dan berdagang sambil mengajar dan mendidik masyarakat tanah pakpak, termasuk cara bertani, kesehatan dan lain-lainnya.
Metode Pendekatan Politik
Secara politis masuknya injil di tanah pakpak sangat di pengaruhi oleh sistem perpolitikan dunia pada masa itu. Menurut Prof. sijabat W. Bonar (1982), bahwa 
“sesuai dengan traktak London tahun 1824, di mana inggris dengan belanda yang tersengketa harus melepaskan semua jajahannya di Sumatra oleh inggris peranan inggris teristimewa untuk perbudakan adalah sangan positif di pulau Sumatra karena ia benar-benar memberikan usaha demi penghapusan itu di seluruh jajahannya, seperti di negerinya sendiri pada tahun 1807, juga di Amerika serikat termasuk di Indonesia, khususnya Sumatra”
Moment ini ternyata sangat penting bagi masuknya injil ke daerah-daerah Sumatra, termasuk wilayah tanah pakpak yang pada ketika itu berada di bawah kekuasaan raja sisingamangaraja XII. Ia yang dalam kepemimpinannya juga menolak adanya sistim perbudakan dan fenomena penjualan manusia, memiliki kesamaan dengan apa yang di perjuangkan oleh Rafles seorang penentang perbudakan dari Belanda.
Menurut Rafles (1807:34) yang berasal dari liran pembaharuan dari agama Kristen protestan melakukan usaha-usaha konkrit menyangkut usaha penghapusan perbudakan dalam satu rangkaian kegiatan, yakni:
“1. Sebanyak-banyaknya membatasi kebutuhan pihak luar Indonesia (Sumatra utara) akan budak.
2 .  melunakkan/mengubah adat-istiadat masyarakat setempat mengenai perbudakan.
3 .  Memberikan bantuan pada budak agar mereka pada ahirnya dapat merdeka.”
Akan tetapi apa yang di lakukan Refles ini tidak membuahkan hasil yang cukup berarti. Hal ini di sebabkan pihak pemerintah hindia belanda dengan para menginjil bertentangan. Dimana pihak pemerintah mulai menghapuskan sistim perbudakan tetapi dalam versi baru yaitu penjajahan, sehingga pihak penginjil tidak dapat bekerjasama dengan pihak pemerintahnya.
Sementara menurut pemaparan dari Salmon Lingga (1983: 34-35) gagalnya perjuangan Rafles ini di sebabkan oleh:
“….karena asal mereka (penginjil dan pemerintah hindia belanda) sama-sama dari eropa, masyarakat pakpak jelas tidak memindahkan anjuran penginjil tentang Berita suka cita yang mereka bawa itu dan ahirnya lenyap begitu saja”
Berbeda dengan raja sisingamangaraja XII, walaupun ia menganut kepercayaan parmalin, ia cukup berhasil dalam penghapusan sistim perbudakan. Hal tersebut di paparkan oleh Prof.Sijabat W. Bonar (1982:87) bahwa:
“kemana saja ia pergi (raja sisingamangaraja XII), dia menanyakan, ‘adakah orang yang sedang di pasung?’ dan kalau ada budak atau tawanan yang di pasung, maka di mintanya dengan sangat agar orang itu segera di lepaskan”
Sedemikian besar pengaruh raja sisingamangaraja XII terhadap kehidupan masyarakat ketika itu yang hampir tak dapat ditaklukkan oleh pihak penjajah hindia belanda, bahkan ia di tampilkan sebagai figur yang ideal sebagai tokoh pembebas bagi orang-orang suku batak p0ada masa itu, setidaknya hal tersebut menurut aliran kepercayaan pambi.
Penjelasan di atas dapat kita ketahui dari apa yang di utarakan oleh Mgr. Dr. Anicetus B. Sinaga OFM Cap (2004;25), yang memaparkan sebagai berikut:
“Dalam keyakinan pambil raja sisingamangraja XII. Raja di tampilkan sebagai figure ideal yang serentak “Imam”, “raja” dan “guru” khususnya raja sisingamangaraja XII pahlawan nasional. Dia di lengkapi dengan  kuasa gaib dari Allah orang batak, mula jadi nabolon lewat pemikiran-pemikiran “Ratu adil” baru, bahkan di catat bahwa raja sisingamangaraja XII diibuhi gelar “sipalua” (Cthms. HI. 8,24,40,43,96).”
Lain metode politik ileh para penginjil dari Eropah, lain pula metode yang di lakukan oleh penginjil batak yang berasal dari tapanuli yakni Julius huta barat dan musa sibarani. Setelah sukses diterima oleh masyarakat setempat  melalui cara berdagang dan jasa pengobatannya Julius hutabarat melakukan pendekatan langsung pada raja setempat yang pada ketika itu salak di kuasai oleh 2 raja yakni yaitu Raja mandalkop Boangmanalu dan Raja Delleng banurea.
Setelah pengajaran mereka semakin di kuasai masyarakat, kemudian musa sibarani melakukan  pendekatan terhadap raja dengan cara mengawini salah seorang putri masyarakat salak yakni putri parseol boangmanalu dari Amborgang salak St. B.T Tumangger, dkk (1986:31) menerangkan: 
“kemudian kawin dengan putrid parseol boangmanalu dari amborgang salak atas bantuan dari raja mandalkop boangmanalu yang kemudian raja mandalkop boangmanalu bernama raja david boangmanalu setelah menerima pembabtisan dikemudian hari”
Maka semakin erat lah hubungan penginjil Julius hutabarat dan musa sibarani dengan masyarakat setempat beserta rajanya. Dan tidak lama setelah pernikahan musa sibarani dengan putrid parseol boangmanalu, raja mandalkop boangmanalu dan raja delleng banurea beserta para pengetua setempat mengusulkan agar di simsim salak didirikan tempat mendengarkan tentang Allah (tempat beribadah) orang Kristen kepada musa sibarani.
Lalu, di tempatkan lah di bale kuta gugung salak selama satu tahun sebelum di bangun gedung baru untuk di jadikan tempat beribadah, setelah sebelumnya musa sibarani telah berangkat ke sigumpar untuk menemui tuan Nomensen dan memberitahukan keadaan dan kerinduan masyarakat simsim salak untuk mendengar  Firman Tuhan. Dan tuan nomensen pun menyambut dengan penuh sukacita serta memberangkatkan seorang penginjil secara resmi ke salak yaitu Guru Samuel Hutahayan. Bale kuta gugung adalah bagi orang pakpak sebelumnya berfungsi sebagai tempat pertemuan dan tempat penampungan tamu pendatang.
Demikian masyarakat salak suak simsim mengadakan kebaktian dan pertemuan-pertemuan yang membahas tentang kepercayaan barunya itu, yakni kepercayaan terhadap yesus kristus yang membawa keselamatan dan berita sukacita dari tuhan yang sebenarnya. Dan inilah lembaga awal yang menjadi cikal bakal berdirinya gereja.
Apapun hasil pekabaran injil yang di lakukan oleh pedagang penginjil Julius hutabarat dan musa sibarani yang merupakan lembaga penginjilan yang masih bersifat informal sebelum masuknya badan Zending HKBP secara resmi dikemudian hari yang sekaligus di anggap sebagai pendiri awal lembaga pekabaran injil secara resmi oleh lembaga badan Zending.
Kemudian pada masa-masa berikutnya Zending HKBP secara langsung mengawasi dan mengembangkan pekabaran injil di simsim tanah pakpak melalui badan Zendingnya P. D. Nilakandi (1979:97), ia mengutarakan bahwa: 
“yang menjadi  tujuan zending sama dengan seperti tujuan segala sesuatu yang terletak dalam Allah, juga Zending adalah pekerjaan yang harus di jalankan untuk melayani dan memuliakannya.”
C . Brdirinya Gereja Di Tanah Pakpak
Berdinya Lembaga Pertama Di Tanah Pakpak
Dengan telah terbentuknya sebuah persekutuan terkecil dari hasil penginjilan Julius hutabarat dan musa sibarani, maka di adakanlah kebaktian dan kegiatan-kegiatan gerejani yang ditempatkan di bale kuta gugung salak selama satu tahun sebelum di bangun gedung baru untuk di jadikan tempat beribadah, setelah sebelumnya musa sibarani telah berangkat ke sigumpur untuk menemui Tuan Nomensen dan memberitahukan keadaan dan kerinduan masyarakat simsim untuk mendengarkan firman tuhan.
Pada perkembangan berikutnya tuan nomensenpun menyambut dengan penuh sukacita serta memberangkatkan seorang penginjil secara resmi ke salak yaitu Guru Samuel Hutahayan sebagai tenaga penginjil di daerah tersebut. Adapun bale kuta gugung bagi orang pakpak yang berdiam di daerah itu sebelumnya adalah berfungsi sebagai tempat pertemuan dan tempat penampungan tamu pendatang. Di samping itu bale kuta gugung ini sebelumnya juga di gunakan sebagai pusat pergerakan dari aktivitas pemerintahan lama masyarakat setempat.
Setelah di mulainya kebaktian dan aktivitas penginjilan di bale kuta gugung, lama kelamaan semakin di rasakan pertumbuhan jemaat yang begitu pesat. Bahkan sebegitu pesatnya \sampai para pendengar yang ikut dalam kebaktian tersebut tidak dapat mendengar apa yang di sampaikan para penginjil ketika berkotbah. Maka setahun kemudian yakni pada tahun 1908, mulailah di bangum sebuah Gereja HKBP.
Keadaan seperti di sebut di atas berlangsung selama satu tahun, seperti yang di paparkan oleh St. B.T Tumangger,(1986:31) yang menerangkan bahwa :
”sanga ngo sitahun merpulung-pulung I bale kalak isalak en menjalo perguruen trenget kata Debata/Kekristenan, mulai tahun 1907 nai soh mi tahun 1908. Kumarna makin tam,bah ngo kalak simendengkohken (merguru) gabe terasa ngo kurang selloh bekkas merguru I, kumarna jelma sir oh pesinggah sigejjap marang merberngin, I bale ngo meddem.”
Demikian lah lembaga wal pekabaran injil di dirikan di salak suak simsim yang di mulai oleh Julius hutabarat dan musa sibarani yang pada awalnya pedagang yang sekaligus mengupayakan pekabaran injil didaerah itu. Adalah merupakan buah dari pekerjaan yang begitu besar yang dapat di lihat sabagai awal masuknya injil yang sampai terbentuknya lembaga pekabaran injil informal yang pertama hingga di dirikannya gereja HKBP oleh badan Zending HKBP.

Berdirinya Gereja GKPPD
Perkembangan berikut pasca berdirinya oleh Gereja HKBP di linghkungan tanah pakpak seperti di salak, kerajaan dan kuta kerangen yang mana ketiga gereja tersebut merupakan resort yang masing-masing telah memiliki pagaran. Maka 03 Maret 1963 didirikan lah gereja HKBP si merkata pakpak pertama di sumbul yang di lantik oleh Ephorus HKBP Ds. T.S. Sihombing. Pemberian otomi tersebut di maksudkan sebagai bentuk kontekstualisasi buidaya dengan menggunakan bahasa pakpak pada acara kebaktiannya oleh HKBP.
Dan perlu di pahami bahwa HKBP simerkata pakpak pada masa  ini hanyalah dengan menggunakan bahasa yang berbeda saja, hingga pada HKBP simerkata pakpak Otonom terjadi 24 November 1991 setelah mendapat tekanan  yang cukup tinggi dari jemaat dan tokoh-tokoh gereja simerkata pakpak.
Dengan di buatnya HKBP simrkata pakpak bagi Gereja HKBP yang berada di lingkungan wilayah  tanah pakpak, maka pada sinode HKBP tanggal 06 Februari 1981 yang di adakan di seminarium Sipoholon di munculkan lah kemandirian HKBP simerkata pakpak menjadi sebuah gereja pakpak yakni GKPPD yang mandiri.
Hal di atas dapat kita lihat dari catatan sajarah yang di keluarkan oleh Kantor Pusat GKPPD. The short srory of the Estabilishment of GKPPD; jln kebaktian sidikalang, memaparkan dalam teks inggris bahwa :
“Therefore on 24 juny 1978, Ephorus HKBP Inaugurated the district of Simerkata pakpak dairi in a defacto as a district XIV of HKBP that be situated in Sidikalang. And in de on 6 february 1981 when the sinode Agung HKBP at seminari sipoholon by prasees I (first) Pdt. U.S. Manik”
Keinginan untuk mandiri oleh HKBP simerkata pakpak ternyata tidak segampang membalikkan telapak tangan. Di pihak lein HKBP sendiri tidak rela melepaskan hasil pengawasan Zendingnya itu lepas begitu saja dari kekuasaan mereka. Hal ini terkihat dari cukup panjangnya ‘pertarungan’ masyarakat pakpak dengan pihak gereja HKBP.
Hingga pada januari 1995 HKBP mengakui kemandirian Geraja Kristen protestan pakpak dairi (GKPPD) pada sinode persatuan yang di pimpin langsung oleh Pdt. PW Simanjuntak, seperti yang di paparkan dalam catatan 22  maret 1996. Serta mendapat pengakuan dari persatuan Gereja-gereja Indonesia  (PGI) dan menjadi anggota PGI di wilayah Sumatra utara pada 09-10 april 1996 di suka makmur Bandar baru.
GKPPD yang saat ini berkembang cukup ;pesat, telah  memiliki 17 resort, 16 orang pendeta, 15 pendeta praktek, 5t bibelvrow, 1 diakones dan 4 pendeta training serta memiliki jemaat sejumllah 32.956 jiwa.


BAB IV
INJIL DAN KEBUDAYAAN BATAK
Gereja dalam misi injilnya akan selalu berhadapan dengan tradisi dan kebudayaan manusia yang memilki berbagai bentuk kepercayaan dan pemahaman terhadap sesama, alam dan hal-hal adikodrati. Gereja dalam pertemuannya dengan kebudayaan ini mesti di miliki  sikap yang menjadi acuan bagi tugas dan panggilannya itu. Menurut Richad Niehbur (1951) ada 5 sikap Gereja terhadap budaya yang di ambil dari saduran buku-bukunya oleh R. Anakampun, yakni:
Christ agains culture (sikap antagonis)
Christ of culture (sikap akomodasi)
Christ above culture (kristus dalam kebudayaan)
Christ and Culture in Paradox (sikap dualis)
Christ the Transformer of culture (sikap pembaharuan)
Demikian halnya sikap gereja terhadap kebudayaan suku pakpak yang di hadapi oleh gereja pada masa awal berdirinya lembaga penginjilan yang pertama itu lah yang melahirkan gereja-gereja di tanah pakpak dalam kekinian gereja. Kebudayaan setempat memiliki pengaruh terhadap kehidupan kegerejaan dan sebaliknya kehidupan  masyarakat setempat juga sangat di pengaruhi oleh masuknya injil ke wilayah tersebut.
Dengan masuknya injil ke tanah pakpak bagaikan angin segar yang begitu berpengaruh terhadap perubahan kehidupan sosial budaya masyarakat masyarakat suku pakpak, sebab pada masa pra masuknya injil ke daerah tersebut masyarakatnya masih hidup dalam kegelapan. Masyarakatnya yang hidup terisolir itu di kelilingi oleh pegunungan dan penuh dengan samak belukar, sehingga sangat logis jika masyarakatnya masih menganut kepercayaan primitive yang percaya dan menyembah roh-roh alam, zin-zin, kayu-kayu besar dan kekuatan-kekuatan magis lainnya yang di yakini dapat menolong mereka dalam mencapai keinginan mereka serta mampu melepaskan mereka dari ancaman mara bahaya yang selalu mengancam kehidupan mereka di tengah alam.
Selain memiliki kepercayaan dan adat istiadat, masyarakat yang berdiam di wilayah tanah pakpak ketika itu juga telah mengenal seni dan budaya. Seni budaya yang di maksud seperti  nyanyian, tari-tarian, seni suara, bela diri yang tergolong ke dalam seni dan jenis-jenis permainan seni lainnya. Bidang seni  masyarakat  yang berdiam di wilayah tanah pakpak pada masa pra masuknya injil sudah cukup tinggi peradabannya. Hal ini dampak pada ketika pertama sekali injil masuk wilayah tersebut, masyarakat setempat telah memiliki ketertarikan terhadap bentuk nyanyian-nyanyian yang di bawakan oleh para penginjil.
Tidak jarang di temui adanya praktek-praktek seni budaya yang melibatkan  kekuatan-kekuatan magis. Hal di maksud dapat kita temui pada saat pementasan seni dan budaya tari yang di iringi dengan alat musik yang telah di isi oleh kekuatan magis. Pada saat pementasan musik itu si penari akan dapat menari di luar kemampuan dirinya s esuai dengan ajakan dan iringan musik yang di lantunkan, bahkan tidak jarang sipenari kerasukan sampai jatuh pingsan.
Demikian halnya bidang adat istiadat yang bersangkutan dengan sistim kekerabatan dan hukum yang seperti telah di paparkan pada bagian mengenal budaya pakpak pada bab pertama tadi. Akan tetapi sistim kekerabatan yang telah terbangun sejak lama itu sering kali sangat bertentangan dengan injil yang baru masuk ke daerah tanah pakpak. hal ini dapat kita ambil contoh pada pemahan tentang tata cara menghormati ‘puhun’ (saudara laki-laki dari ibu). Ada falsafah etika pakpak yang mengatakan bahwa :puhun merupakan pengganti tuhan di dunia.
Penghormatan yang berlebihan seperti yang di sebutkan di atas itu sering kali di bahasakan dengan “ulang sanga puhun mengapus tenten, ulang males page mu” artinya : jangan sampai sang puhun mengusap dada oleh karena ketidak sukaannya tehadap perbuatan atau tindakan dari orang yang memanggil puhun kepadanya. Pada konteks ini puhun seringkali di anggap sederajat dengan tuhan dan mampu melakukan sesuatu yang sebanding dengan kehendak tuhan.
Dalam keadaan dan situasi seperti yang di paparkan di atas itu lah hadirnya injil ke tanah pakpak yang pertama sekali di bawa oleh dua orang pewdagang tapanuli yang telah beragama Kristen dan memiliki latar belakang pendidikan dari sekolah Zending yang telah lama berkembang di wilayah tapanuli. Kehadiran kedua penginjil itu di mulai saat di bukanya jalan dari tapanuli melewati kawasan kelasen (parlilitan; sekarang Kabupaten humbang hasundutan) menuju simsim tanah pakpak setelah raja sisingamangaraja XII di tembak mati oleh belanda yang telah lama menjadi buronan penjajah hindia belanda.
Adapun kedua pedagang penginjil yang di maksud belakangan di kenal bernama musa sibarani yang mempunyai keahlian di bidang kesehatan sambil berdagang Ulos dan Julius hutabarat yang di kenal dengan tukang servis alat-alat rumah tangga dan alat-alat pertanian.
Banyak sekali perubahan yang signifikan terhadap kehidupan sosial budaya dan adat-istiadat serta kesehatan masyarakat tanah pakpak pasca masuknya berita injil. Berikut akan di paparkan beberapa bidang kehidupan sosial yang mengalami perubahan atas pengaruh masuknya injil di daerah itu yakni:

Injil dan kepercayaan lama suku pakpak
Dalam proses yang cukup panjang dan dengan berbagai metode penginjilan serta pengajaran yang di upayakan oleh para pedagang penginjil dalam waktu yang cukup singkat masyarakat setempat dapat merasakan perubahan yang signifikan. Hal yang paling nyata dapat di lihat dari metode pengobatan yang di lakukan oleh musa si barani yakni dengan metode pengobatan terhadap masyarakat setempat yang sakit mirip dengan dukun. Dukun yang pada kebiasaannya selalu membaca mantra saaat akan mengobati orang sakit  juga di lakukan oleh Musa sibarani.
Musa sibarani dalam melakukan  pengobatan memang slalu melibatkan kuasa tuhan dengan selalu berdoa terlebih dahulu. Masyarakat setempat yang melihat itu pada awalnya beranggapan bahwa musa sibarani adalah dukun yang lebih sakti, sehingga pada masa-masa selanjutnya ketika masyarakat setempat ada yang  sakit langsung meminta bantuan untuk di obati.
Dengan begitu ia dapat semakin dekat dengan penduduk setempat sehingga memiliki ruang yang sangat luas untuk memberitakan injil yang di bawanya. St. B. T, Tumangger, J.H Manik, dkk (1986:12) memaparkan bahwa:
“Pengertian orang pakpak pada waktu itu berdoa sama dengan seorang dukun yaitu membaca mantra. Sebelum memberikan obat musa sibarani memang berdoa lalu memberikan obat-obatnya. Jika sibarani di Tanya tentang pantangan pengobatannya dia berkata dan menjelaskan hukum taurat (Alkitabiah)”
Pada perkembangan berikutnya mulailah musa sibarani memberitakan injil kepada masyarakat yang di sekitarnya. Dalam waktu yang cukup singkat kedua penginjil itu semakin dekat dengan masyarakat setempat. Sebab selain musa sibarani dengan metode pendekatan dengan pengobatan, Julius hutabarat juga melakukan pendekatan dengan cara menawarkan jasa service alat-alat rumah tangga dan mengajari cara-cara bercocok tanam yang lebih maju dan menguntungkan.
Hingga pada hitungan satu tahun kedua penginjil telah berhasil memasukkan pengajaran injilb yang mereka bawa dan sedikit demi sedikit telah menggeser kepercayaan suku. Menyembah roh-roh alam, kayu-kayu besar, berbagai zin, dan keyakinan tanda-tanda alam yang selama ini di yakini secara penuh telah di ganti dengan kebiasaan mendengar firman tuhan melalui persekutuan kecil yang telah di bentuk oleh mereka.
Pada tahun 1907 musa sibarani dan Julius hutabarat berhasil membentuk persekutuan jemaat yang di lakukan di bale kuta gugung salak. Di tempat itulah kedua pedagang penginjil itu mengajar secara resmi setelah mendapat persekutuan dari sang raja setempat. Injil yang mereka ajarkan semakin di mengerti oleh masyarakat setempat bahwa bukan hanya sekedar cerita-cerita belaka seperti yang mereka ajarkan sejak semula.
Hingga pada perkembangan berikutnya adat tradisi dan budaya pakpak dalam hal sehari-hari seperti dalam upacara-upacara adat, pesta pernikahan, membuka ladang, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang melibatkan hal-hal magis di gantikan oleh kebiasaan-kebiasaan kegerejaan seperti :dalam memulai upacara-upacara adat dan kegiatan lainnya selalu di awali dengan doa meminta bantuan dan campur tangan Tuhan.
Sampai pada masa setelah badan Zending HKBP secara resmi mengakui bahwa daerah simsim di bawah oengawasan dan pemberitaaan injil mereka, tradisi masyarakat suku pakpak semakin besar di pengaruhi oleh injil. Akan tetapi kesemuanya itu tidaklah mudah, sebab pada masa transisi itu banyak hambatan dan tantangan yang harus di hadapi oleh para penginjil dan masyarakat setempat yang telah bersedia mengikuti kristus.
Keterangan di atas dapat di paparkan oleh St.B. T. Tumangger, dkk. (1986:15), bahwa:hambat
“Sejalan dengan tertariknya orang akan pelajaran kekristenan, timbul hambatan dan cela-celaan dan orang-orang yang tak suka dengan hal itu yang datang dari kelompok yang menyebut diri kelompok/pengikut Slimin. Kelompok slimin mengajarkan sesuatu agama yang di sebut parsidamdam. Mereka berusaha untuk menentang kekristenan dan menakut-nakuti; kepada barang siapa yang menjadi Kristen atau ingin masuk Kristen dengan petunjuk yang sangat mengerikan yaitu menikam diri sendiri, membakar diri ke dalam unggun api”
Demikian injil mampu mengaktualisasikan diri dalam menghadapi kepercayaan suku setempat. Injil yang di bawa oleh para pekabarnya tidak menghapuskan kebudayaan setempat, akan tetapi merubah keyakinan yang di tujukan kepada roh-roh alam, roh-roh nenek moyang dan keyakinan magi lainnya itu dengan kepercayaan akan kekuatan dan kuasa Allah yang di kenal melalui pemberitaan injil kristus yang di bawa oleh penginjil pertama sampai pada masa pelayanan Zending HKBP.
Masyarakat setempat yang pada awalnya yang telah memiliki kepercayaan tidak menjadi hilang akan tetapi di gantikan dengan kepercayan yang sebenarnya, yakni kepercayaan yang sesungguhnya yang mampu menolong dan melepaskan umat manusia dari kegelapan.
Injil dengan adat istiadat masyarakat pakpak
Pengaruh masuknya injil ke dalam kehidupan sosial budaya dan tradisi serta adat-istiadat pakpak dapat di lihat lagi dalam konsep pemahaman tentang benda-benda dan penggunaannya dalam kebiasaan sehari-hari. Begitu banyak benda-benda yang dianggap penting dan cenderung memiliki kekuatan tersendiri dalam benda-benda tradisi suku pak-pak seperti : oles(Toba: Ulos,pakaian, salendang tradisi pakpak) , Genderang,Suling, kalondang dan lain-lainnya. Benda-benda magi tersebut di yakini memiliki makna dan fungsi serta penggunaan-pengunaan tertentu, di mana pada saat-saat tertentu mampu menunjukkan kekuatan tersendiri pula.
Dalam hal ini kita ambil contoh dalam konsep pemahaman Oles. Pada awalnya menurut orang pakpak bahwa oles yang terbuat dari tenunen itu memiliki kekuatan tersendiri yang pada awal pembuatannya telah di mulai dengan melibatkan hal-hal sacral seperti dengan menggunakan darah sebagai warna pencampur Oles sehingga roh nenek moyang dapat berdiam dalam oles yang akan di pergunakan dalam acara adat tertentu itu nantinya.
Setelah di mulainya injil di tanah pakpak benda-banda tradisi seperti itu satu persatu di mamfaatkan sebagai media penyampai firman tuhan. Pemamfaatan yang di maksud tidak berarti menggunakan oles yang tadinya dip roses dengan sacral itu,akan tetapi mengubah proses pembuatan oles, mengubah pandangan terhadap kekuatan dan nilai ke magisan oles dan lainnya. Sehingga proses pembuatan oles yang padaawalnya dengan melibatkan roh-roh nenek moyang di robah dengan proses tenunan yang lebih berorientasi pada seni dan budaya tanpa mengurangi nilai seni dan budaya setempat.
Hal itu dapat di lakukan penginjil Julius hutabarat dengan kemampuannya menenun. Dengan tetap menerima benda-benda tradisi seperti oles itu injil yang hadir pada awalnya  tidak merusak maupun menghilangkan nilai-nilai budaya setempat.
Bahkan pada masa berikutnya hingga saat sakarang oles yang pada zaman dahulu magis telah menjadi barang tradisi yang memiliki nilai yang cukup tinggi dan dapat di mamfaatkan sebagai media pengejawantahan Firman tuhan, seperti pemakaian oles sebagai pakaian dan media saat lelang, oles yang digunakan sebagai pakian kegerejaan setempat serta pemahaman yang dapat mendekatkan masyarakat setempat terhadap injil.
Masyarakat setempat memahami bahwa injil   adalah milik mereka dan tradisi mereka juga adalah bagian dari ciptaan tuhan, sebab sejak awal injil yang hadir ketengah-tengh mereka mampu mengobah kedekatan masyarakat setempat setempat dengan benda-benda tadisi menjadi benda-benda kegerejaan serta menjadi pemotivasi para jemaat dalam melakukan aktivitas ibadah.
Demikian halnya dengan benda-benda yang dulunya memiliki nilai kemagisan seperti gendering, kalondang, ketuk, dan lain-lain pada masa sekarang ini sering kali di gunakan sebagai pengiring ibadah gereja. Secara khusus gendering dan kalondang dalam pementasan music-masik kegerejaan di wilayah tanah pakpak misalnya: seperti yang di lakukan oleh simatah daging (pemuda gereja) GKPPD resort salak dan koor kebaktian minggu pada masa penulis mengikuti kebaktian minggu dari masa remaja selalu menggunakan alat musik tersebut sebagai pengiring koor yang mereka bawakan pada acara-acara minggu dan pada acara-acara vestival koor.

Injil dengan seni budaya suku pakapak
Seni dan budaya dalam sejarah peradaban kehidupan manusia sangat berkaitan dengan tradisi kehidupan beragama. Termasuk seni music yang di iringi dengan nyanyian memiliki warna dan daya tarik tersendiri bagi manusia. Demikian halnya dalam peribadatan seni memiliki fungsi yang cukup penting dalam liturgi maupun peribadatan di gereja. Menurut S.Anita Sttauffer (1994;119) dalam kesimpulannya menyatakan bahwa :
“Musik begitu berperan dalam liturgy ibadah mula-mula hingga pada masa sekarang. Music sebagai budaya merupakan salah satu elemen himne bagi mnusia. Dalam seni dan budaya pengaruh masuknya injil juga begitu Nampak
Dalam kehidupan kegerejaan walaupun secara umum kelihatan saling mempengaruhi. Akan tetapi secara prinsipil injil lebih dominan mempengaruhi konsep pemakian alat-alat seni tradisi budaya pakpak. hal ini sangat Nampak dari pemakaian dari alat-alat music.
Seperti yang di paparkan pada bagian terdahulu bahwa proses pembuatan alat-alat musik tradisional pada awalnya memiliki nilai kemagisan. Akan tetapi pada perkembangan berikutnya yakni pada masa setelah terbentuknya lembaga awal terjadi pergeseran. Injil yang hadir ke tanah pakpak tidak menghilangkan alat-alat music tradisional pakpak akan tetapi memamfaatkannya ke dalam aktiitas kegerejaan dengan mengubah makna kemagisan dari alat music tersebut dengan makna kebesaran dan pemujian terhadap Allah.
Akan tetapi walau injil lebih besar mempengaruhi seni budaya pakpak bukan berarti bahwa nilai-nilai kemagisan seni budaya yang di maksud hilang seluruhnya. Pada masa pasca masuknya injil pun hingga sekarang masih terdapat senibudaya pakpak yang masih melibatkan roh-roh nenek moyangnya dalam berbagai pementasan seni suara dan music.
Contoh: pada tahun 1996 ketika penulis masih duduk di bangku SMP penuh mengikuti pementasan seni dan budaya pakpak yang di lakukan pada pesta njuah-njuah di Sidikalang yang merupakan perayaan dan pementasan seni dan budaya pakpak yang di buat setiap tahunnya yang di maksudkan sebagai sebuah cara pelestarian seni dan budaya pakpak. dan pelaksanaan acara budaya itu langsung di laksanakan oleh pemerintah setempat.
Pada masa pementasan itu penulis ikut sebagai peserta penari dan pemukul gong. Dalam pementasan itu salah seorang dari tokoh eni dan budaya satu kontingen dengan penulis memberikan pengarahan bahwa dalam pementasan itu nantinya ia akan memanggil roh nenek moyang (mpung siarnia) ketika ia akan melalukan pementasan tari tunggal sehingga kami di sarankan untuk tidak terlalu dekat  dengan penari dan harus dengan semangatnya memainkan music sampai pada bagian penutup dalam tarian itu, sebab music dan tarian yang akan di bawanya itu  tidak terlepas dari para serta dari pihak pemusik.
Dan memang benar saat si penari tunggal itu saat pementasan tyariannya dengan luar biasa lincah dan berbagai jenis gerakan tari yang tidak pernah di ketahuinya sebelumnya dapat di tampilkannya, artinya apa yang di tampilkannya itu sebagian besarnya merupakan hal di luar kemampuannya. Menurut penuturannya seusai penampilan luar biasa itu ia menuturkan bahwa yang menari itu adalah roh si mpung yang masuk ke dalam dirinya melalui mantra dan jenis-jenis panggilan music yang kami perbuat dalam mengiringi tariannya itu.
Kejadian di hinggasaat ini masih di temukan pada momen-momen tertentu dan dalam kompetesi-kompetesi seni music pakpak yang tidak bersifat kegerejaan. Akan tetapi dalam penggunaan alat music dan nyanyian yang di gunakan pada aktivitas kegerejaan hal tersebut tidak di gunakan lagi termasuk pada acara-acara pementasan seni suara dan music pakpak yang bersifat ilmiah seperti pentas seni di sekolah-sekolah sudah lebih di orientasikan pada pelestarian jenis tari dan tarik suaranya.
Bahkan pada masa sekarang di lingkungan pendidikan seperti padapementasan seni di sekolah-sekolah dan unsure pementasan kepemudaan sering kali melakukan penggubahan terhadap tarian yang di sebut tari modern, di mana tarian tersebut tetap bersifat tarian pakpak tetapi mengalami penambahan bentuk dan jenis tarian pakpak dengan kreasi-kreasi yang baru. Demikian halnya dengan dunia tarik suara pakpak yang masa sebelumnya dalam memanggil mpung arnia (panggilan terhadap roh nenek moyang yang sudah meninggal) dig anti dengan panggilan Tuhan simerkuasa (tuhan yang maha kuasa).
Kesemuanya itu adalah bentuk dari pengaruh dari masuknya agama khusus dari masuknya injil ke daerah tanah pakpak yang telah mempengaruhi berbagai jenis music, tarian dan dunia tarik suara seni budaya pakpak dengan tidak menghilangkan keindahan kaendahan serta nilai-nilai seni dan budaya pakpak yang terkandung dalam tradisi tersebut yang merupakan  bagian dari kekayaaan serta kreasi-kreasi orang pakpak di masa lalu yang perlu di lesterikan dan di kembangkan oleh generasi penerusnya kelak di kemudian hari.
Demikian halnya dengan seni ukir. Tempat ibadah yang pertama sekali di lakukan di bale kuta gugung salak ketika itu adalah sebuah tempat yang memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Dengan ukiran-ukiran dan bentuk rumah yang di tata sesuai dengan rumah adat pakpak itu di mamfaatkan sebagai tempat penyebaran injil di suak simsim. Dan sudah menjadi tradisi rumah adat pakpak memiliki ukiran-ukiran aksara pakpak dan ukiran-ukiran lambang-lambang pakpak di buatkan di rumah adat.
Pada bangunan-bangunan gereja yang terdapat di tanah pakpak juga sebahagian besar  tetap menggunakan nilai seni dan budaya pakpak seperti pemakaian aksara pakpak ukiran-ukiran yang membuat gambar-gambar pelambangan pakpak seperti gambar tanduk kerbau dan cicak. Dengan tidak menghilangkan seni injil  mampu mengubah pemaknaan terhadap gambar dan lambang-lambang ke-pakpakan yang di anggap bertentangan dengan masuknya injil.

Injil dengan makanan tradisi
Makanan khas suku bpakpak yang apling di kenal adalah ‘pelleng’ atau ‘pelleng si cina mbara’ yang artinya pelleng yang di sertai cabe merah. Penempatan cabe merah pada pelleng memiliki makna-makna sesuai dengan jenis pemberian/pelleng tersebut. Pelleng di buat dari nasi lembek yang di beri warna kuning mirip dengan nasi tumpeng. Dalam penyajian pelleng di buat beebntuk setengah bulatan yang di buat di atas piring.
Pada zaman dahulu pelleng memiliki makna  tertentu yang pembuatannya juga melibatkan unsur magi. Misalnya pada saat pembuatan pelleng di larang untuk memcicipi sebelum di serahkan kepada oknum yang akan menerima pelleng. Dahuliu pelleng di berikan kepada orang-orang yang akan berperang atau ke dalam istilah pakpak di sebut ‘Mergeraha’. Sebelum pergi berperang si oknum di bekali dengan makanan pelleng yang di anggap mampu memberikan kekuatan lebih dan di anggap mampu memberikan perlindungan kepadanya.
Lalu pada perkembangan berikutnya pelleng ini dapat di berikan tidak hanya kepada orang yang akan berperang saja akan tetapi kepada orang-orang yang akan menghadapi tantangan dan ujian bagi anak-anak sekolah. Termasuk kepada orang-orang yang di kasihi.
Kepercayaan lama meyakini bahwa pelleng tidak hanya sekedar makanan biasa akan tetapi memiliki makna dan kekuatan tertentu yang mampu memberikan spirit yang tinggi kepada orang yang memakan pelleng. Selain itu pelleng juga dapat di jadikan sebagai sesajen kepada roh-roh nenek moyang dan roh-roh orang yang sudah meninggal. Dengan menyajikan pelleng di kuburan, di kayu-kayu besar di anggap sebagai persembahan yang di sukai oleh roh yang di sembah (Ipele) itu.
Demikian dengan pembubuhan jumlah cabe di atas tumpukan pelleng memilki makna tertentu, misalnya untik persembahan buat roh-roh jumlah cabe yang di gunakan berjumlah genap sementara jika di serahkan kepada manusia atau orang-orang yang hendak berperang jumlah cabenya berjumlah ganjil. Menurut kepercayaan orang pakpak pembubuhan jumlah cabe ini sangat penting sebab dapat mengancam kehidupan orang yang hendak memakan pelleng.
Akan tetapi pada masa setelah masuknya injil ke tanah pakpak nilai pelleng yang memiliki kekuatan magi itu di hilangkan. Pelleng tetap di gunakan sebagai makanan tradisi yang popular tetapi pembuatannya tidak di peruntukkan bagi orang yang hendak berperang saja melainkan sebagai makanan khas yang memilki nilai budaya dan tradisi saja.
Pelleng memang sering di berikan kepada orang yang hendak ujian, merantau atau orang-orang yang sedang merayakan sukacita, dan lain-lain akan tetapi sudah di doakan terlebih dahulu kepada Tuhan.sehingga makna magis yang di lakukan pada masa lalu itu tidak di jalan kan serta tidak di anut oleh orang pakpak itu lagi, sebab di anggap  bertentangan dengan injil.
Makna pembuatan pelleng di masa lalu yang bersifat magi berubah menjadi simbol kasih yang di berikan kepada orang-orang yang di cintai, kepada orang-orang yang hendak melakukan pekerjaan yang berat akan tetapi sudah dengan permohonan kekuatan dari tuhan. Pelleng menjadi symbol tradisi dan budaya pakpak yang di anggap sebagai makanan khas orang-orang pakpak yang dapat di berikan kepada siapa saja. Bahkan tidak jarang di buat perlombaan pembuatan pelleng.


BAB V
REFLEKSI
Dalam melihat keberadaan gereja-gere di tanah pakpak pada masa kini secara umum tidak dapat lagi di golongkan ke dalam satu bagian latar belakang dan aliran serta pengaruh unsur budaya setempat. Sebab pada masa kini gereja-gereja yang berkembang di wilayah tanah pakpak yang berdiri dari lima suak (penggolongan bagian kawasan tanah pakpak) sudah menjamur.
Artinya di wolayah tanah pakpak telah terdapat berbagai jenis dan aliran gereja yang berkembang mulai dari aliran Lutheran seperti GKPPD, HKBP, GKPI dan lainnya juga terdapat aliran Calvinis seperti GBKP dan lain-lain, Zwingli seperti Methodist dan lain-lain, aliran pentakosta, karismatik yang pada kesempatan ini tidak dapat di sebutkan satu persatu ke pelbagian pertumbuhan gereja-gereja di daerah ini.
Akan tetapi pada kajian ini penulis memberikan refleksi permulaan injil di tanah pakpak terhadap kekinian gereja-gereja yang merupakan bagian dari pengaruh pekabaran injil yang di lakukan oleh para pedagang penginjil, badan Zending PMB (HKBP), para mata-mata dan tentara raja sisingamangaraja XII masa penjajahan hindia belanda yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari unsur kebudayaan setempat.
Gereja-gereja yang di maksud dapat di kategorikan seperti GKPPD dan gereja-gereja HKBP yang berada di wilayah tanah pakpak. yang memiliki pengaruh terhadap awal masuknya injil injil ke tanah pakpak dengan pengaruh kebudayaan dan tradisi suku pakpak yang berdiam di wilayah tanah pakpak.
Dominasi bahasa pakpak dalam kegerejaan
Masuknya injil ke tanah pakpak yang di awali dengan berbagai bentuk dan masa di beberapa wilayah tanah pakpak sebagai mana pemaparan pada bab-bab terdahulu adalah merupakan peranan dan kerja keras dari para penginjil dan pedagang serta para mata-mata dan tentara raja sisingamangaraja XII yang masuk ke wilayah tanah pakpak. mereka itu adalah berlatar belakang suku batak toba dan hasil penginjilan dari RMG dan PMB yang notabenenya di pengaruhi oleh unsur-unsur budaya dan tradisi batak toba.
Kehadiran para penginjil itu ketika pertama sekali hadir ke tanah pakpak dari segi bahasa (linguistic) adalah menggunakan bahasa batak toba. Mau tidak mau komunikasi antara penginjil dan masyarakat setempat saling mempengaruhi khususnya menyangkut penggunaan bahasa. Hal ini Nampak pada bahasa pergaulan penginjil dengan masyarakat setempat pada masa berikutnya telah mampu menggunakan dua bahasa yakni bahasa pakpak dan bahasa toba.
Akan tetapi semenjak didirikannya lembaga (Gereja/Jemaat) penggunaan bahasa di lembaga penginjilan baik dalam kebaktian-kebaktian, ibadah minggu, buku-buku dan alkitabnya pun adalah menggunakan bahasa batak toba sehingga masyarakat setempat lebih di tekankan untuk belajar bahasa pendatang itu. Khususnya di suak simsim pemakaian bahasa ini berlansung sangat lama, hingga pada tahun 1960-an buku-buku yang berbahasa pakpak di terjemahkan dari bahasa batak toba yakni setelah gereja HKBP berdiri di tanah pakpak.
Semenjak itu makin terasa bahwa penggunaan bahasa setempat semakin terasa penting. Hal itu di maksukan sebagai bentuk dari kontektualisasi injil kepada orang-orang pakpak. semakin hari persoalan bahasa ini semakin mendesak, hingga pada tahun 1966 di tinada di adakan diskusi yang membahas tentang pergantian resort di bawah Zending menjadi sebuah kemerdekaan gereja-gereja pakpak dairi. Hingga pada 22 agustus 1972 Ephorus HKBP melantik resort simerkata pakpak dairi di sidikalang yang di ikuti dengan gereja-gereja HKBP yang berada di kawasan suak simsim.
Kesemuanya itu merupakan bentuik dari kesadaran orang-orang Kristen pakpak dalam hal pentingnya kontekstualisasi injil terhadap budaya setempat, termasuk penggunaan bahasa pakpak terhadap aktivitas kegerejaan di wilayah tanah pakpak. masyarakat suku pakpak semakin sadar bahwa injil yang di bawa pendatang itu tidah hanya milik orang-orang toba yang telah lebih dahulu menerjemahkan dari Zending RMG.
Hingga pada perkembangan berikutnya sebagaimana di paparkan pada bagian berdirinya gereja-gereja awal di tanah pakpak menuntut supaya penggunaan bahasa pakpak di terapkan dalam kebaktian-kebaktian dan penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke dalam bahasa pakpak khususnya pada gereja-gereja yang mayoritas jemaatnya adalah suku pakpak baik yang berada di suak simsim maupun di suak keppas dan pegagan.
Kebutuhan menyangkut penggunaan bahasa ini semakin hari terasa semakin mendesak dan  HKBP selaku pembawa injil ke wilayah tanah pakpak terasa tidak dapat membendung lagi keinginan masyarakat Kristen pakpak untuk mandiri dan menggunakan bahasa sendiri dalam keseluruhan aktivitas kegerejaan. Sampai pada kemandirian GKPPD sebagai gereja kesukuan dari pecahan HKBP bahasa pakpak dapt mendominasi kehidupan gereja-gereja pakpak. walaupun demikian pada masa perkembangan gereja-gereja bagi dari aliran maupun kehadiran bentuk-bentuk kelembagaan gereja lainnya penggunaan bahasa pakpal sebagai bahasa pengantar dalam ibadah dan aktivitas kegerejaannya menjadi penting di wilayah ini.
Dominasi bahasa pakpak dalam tradisi kegerejaan di wilayah tanah pakpak khususnya dalam kehidupan GKPPD yang di maksud pada bagian ini tidak berarti negatif akan tetapi bentuk kontekstualisasi yang positif terhadap pertumbuhan dan pengembangan berita injil. Bentuk kontekstualisasi dalam penggunaan bahasa pakpak yang paling menonjol adalah buku-buku nyanyian, buku-buku katecchismus, buku-buku teologia, alkitab yang di sebut dalam bahasa pakpak Lapihen simbadia, dan lain-lain.
Pemakain kata Lapihen Simbadia sebagai nama Alkitab di ambil dari tradisi suku pakpak, dimana kata Lapihen adalah berarti buku atau catatan yang berharga, buku yang bersifat penting sementara kata simbadia yang berarti suci Sehingga lapihan simbadia di anggap tepat sebagai nama Alkitab bagi masyarakat suku pakpak khususnya bagi GKPPD.

Bentuk Lembaga Dan Struktur Organisasi Gereja
Sebagaimana pada pemaparan bagian awal tadi di katakana bahwa adapun lembaha awal (Gereja) yang pertama sekali berdiri di tanah pakpak adalah hasil pekabaran injil dari orang-orang Kristen tapanuli dan badan Zending PMB (Zending HKBP) baik yang berada di suak simsim, suak boang, suak pegagan maupun yang terdapat di suak keppas. Dan gereja pertama yang berdiri di wilayah tanah pakpak adalah Gereja HKBP, dimana di suak keppas dan simsim serta di pegagan didirikan beberapa resort yang pada masa berikutnya menjadi sebuah distrik.
Dengan demikian dapat di pahami bahwa lembaga awal itu mengikuti brntuk lembaga yang terdapat pada bentuk lembaga HKBP yang terdapat di wilayah tapanuli. Bentuk lembaga yang di maksud adalah beralitan Lutheran yang menganut sistim sinodal. Secara garis besar bentuk kelembagaan awal yang terdapat di wilayah tanah pakpak memiliki badan pekerja harian, Distrik, Resort, Pagaran (jemaat) yang kesemuanya itu berpusat pada ke satu pimpinan yang di sebut dengan Ephorus dan di bantu seorang sekretaris Jenderal (sekjen).
Dalam kekinian gereja-gereja yang terdapat di wilayah tanah pakpak terdapat berbagai bentuk kelembagaan yang masing-masing memiliki latar belakang dan wilayah kerja yang berbeda. Akan tetapi bentuk kelembagaan GKPPD yang pada masa kini merupakan tuan rumah dari gereja-gereja di wilayah tanah pakpak yang merupakan pecahan dari HKBP adalah menjadi fokus pembicaraan pada pembahasan ini.
Adapun bentuk kelembagaan GKPPD yang lahir dari sejarahnya dapat di jelaskan sebagai berikut:
Pertama :
Lembaga GKPPD lahir dengan bentuk lembaga sinodal yang memiliki pusat yang di pimpin oleh Bishop yang dimilki fungsi pengurus kepentingan gereja-gereja resort yang di bawahnya. Dalam mengerjakan tugas-tugasnya bishop di bantu oleh sekjen dan bendahara serta kepala bagian yang di buat berdasarkan kebutuhan dari gereja tersebut. Di pusat terdapat majelis pusat yang merupakan perutusan dari jemaat yang terdiri dari para sintua dan para jemaat yang berfungsi untuk membantu BPH (Badan Pekerja Harian) dalam melaksanakan aktivitas kegerejaan kantor pusat.
Ke dua :
Resort merupakan setingkat di bawah pusat yang memiliki fungsi sebagai pimpinan yang mengurus aktivitas ditingkatannya. Satu resort terdiri dari beberapa pagaran (Jemaat). Resort di pimpin oleh seorang pendeta resort yang di bantu oleh seorang gureu jemaat, bendahara resort dan beberapa ketua bagian serta para sintua. Di tingkat resort juga ada majelis gereja resort yang memiliki fungsi untuk membantu BPH dalam melaksanakan tugas pemahamannya. Dalam melaksanakan tugas pelayanannya pendeta Resort bertanggung jawab kepada pimpinan pusat.
Demikian halnya keunangan dikelola oleh pusat kecuali yang berhubungan dengan kebutuhan jemaat setempat seperti pembangunan Gereja dan Pelean (kolekte) yang di khususkan untuk kepentingan resort.
Ketiga :
Setingkat di bawah resort terdapat beberapa pagaran (Jemaat) yang secara administrasi di pimpin oleh guru huria, namun pagaran tetap menjadi bagian dari kepemimpinan pendeta Resort. Selain itu di pagaran ada beberapa sintua yang memiliki fungsi membantu pendeta Resort dan Guru huria dalam menjalankan aktivitas kegerejaan.
Dalam satu jemaat di buat kelompok-kelompok pelayanan yang di buat berdasarkan pembagian lingkungan yang di kordinir oleh beberapa sintua kelompok yang tetap merupakan bagian dari sintua pagaran.

Iman Dan semangat Kesukaan pakpak
Semangat kesukuan bagi orang pakpak dalam mempahankan existensinya begitu tinggi. Hal ini dapat di lihat dari tingginya tingkat persatuan ketika terjadi gejolak baik menyagkut religi, hukum dan lainnya. Misalnya : ketika pendirian Gereja GKPPD yang bercirikasn suku pakpak, hampir seluruh elemen ke-pakpak-an turut ambil bagian dalam mensukseskan berdirinya Gereja tersebut. Contoh lain yang dapat kita lihat dalam sebuah pergelaran yang berbicara atas nama kesukuan akan Nampak bagaimana warga masyarakatnya  merasa bagian dari suku tersebut.
Akan tetapi tingginya semangat kesukuan itu tidak begitu seimbang dengan semangat pengembangan dan mempertahankannya. Hal ini kita lihat dari pasca kerja-kerja atas nama suku yang di sebut di atas itu tadi. Dimana ketika gereja itu telah berdiri yang terjadi adalah ‘cubelli’ (saling melepaskan diri dan membiarkan pekerjaan itu di kerjakan oleh orang lain). Demikian halnya dengan kebudayaan masyarakat suku pakpak hingga pada masa kini dapat dinyatakan sebagai etnis yang paling tertinggal dan sangat lamban perkembangannya.
Demikian halnya dengan kekinian gereja pakpak setelah masuknya injil, sangat lamban perkembangannya baik secara material maupun dalam hal keimanan (pertumbuhan jemaat). Semangat kesukuan menjadi lebih tinggi dari pada pertumbuhan iman dan gereja. Sangat berbeda dengan masa pembentukan lembaga awal yang di bawa oleh penginjil. Pada masa itu dalam waktu yang cukup singkat para penginjil dapat mengobah tradisi masyarakat suku pakpak dari kebiasaan mempercayai Ugama Sipelebegu menjadi orang-orang yang hidup dalam kekristenan dan menjadi penganut agama Kristen.
Hendaknya tingginya semangat kesukuan orang pakpak jangan di artikan sebagai bentuk kelompok tertentu yang harus berbeda dengfan kelompok yang lain dalam segala hal. Akan tetapi hendaknya dapat satu dalam kekristenan dah bahwa kekristenan lah yang menyatukan semua suku dan etnis.
Di satu sisi dapt di asumsi bahwa orang pakpak \akan lebih bertumbuh jika di bimbing atau pun dilayani oleh orang-orang yang tidak berasal dari sukunya sendiri. Dengan pelayanan dan bimbingan yang berasal dari luar sukunya di mungkinkan akan timbul semangat kesukuannya yang ahirnya memampukan warga jemaatnya menjadi lebih baik dan lebih bertumbuh secara amani.
Di sisi lain jika masyarakat suku ini di bimbing ataupun di layani oleh oarng yang berasal dati luar sukunya dimungkinkan akan timbul prasangka-prasangka yang bersifat negatif seperti anggapan akan di kuasai/di dominasi suku lain atau ketidaksiapan atas bimbingan dan pelayanan dari suku luar. Hal ini mesti menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat suku pakpak khususnya dalam pertumbuhan iman dan gereja setempat di kemudian hari.
Hendaknya gereja-gereja yang berkembang di wilayah tanah pakpak tidak bersifat jalan di tempat ,akan tetapi dapat mencapai suatu pertumbuhan yang pesat baik fisik maupun kerohaniannya, sehingga kehidupan kegerejaan dan kehidupan sosial dapat seimbang. Dan tidak semata-mata hanya memiliki semangat kesukuan yang tinggi saja, akan tetapi semangat kegerejaan dan pertumbuhan iman para  jemaatnya pun hendaknya semakin tinggi pula. Semua itu merupakan tugas dan tanggung jawab Gereja dalam mencari formulasi dalam peningkatan dan pertumbuhan keimanan para jemaatnya, seperti yang terjadi pada masa awal masuknya injil ke daerah tersebut.

Penggunaan Nama Debata Terhadap Keimanan Orang Pakpak
Sebelum masuknya kepercayaan orang pakpak dahulu adalah kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan kepada benda-benda mati seperti yang telah di paparkan pada bagian kebudayaan pakpak sebelum masuknya injil. Dalam kepercayaan pakpak di kenal Debata Kase-kase yang merupakan sebutan Tuhan yang di percaya sebagai penguasa atas alam.
Akan tetapi penyebutan kata Dewata menjadi ‘debata’  lebih dimungkinkan dari adobsi bahasa India kata dewa. Hal ini di mungkinkan dari interaksi dengan orang india pada masa perdagangan tahun 1088 (Lebih jelasnya baca (Agama suku dan Batakologi oleh Rudolf Pardede, S.Th.; 1988:136). 
Hal di atas dapat kita utarakan oleh: Kontelir G.J.J. Deutz (1872) yang memaparkan bahwa:
“Pada tahun 1088 M ada 1500 orang tamil dari india selatan bertempat tinggal di barus (yang berbatasan langsung dengan suak kelasen) mereka membentuk persatuan perdagangan (Gilde) untuk mencegah persaingan sesama mereka dalam dagang kapur barus dan kemenyan.1[1]”
Dalam hal ini yang menjadi sorotan adalah menyangkut peresapan terhadap keimanan dan kepercayaan dalam hal penyebutan kata debata tersebut, dimana dalam tradisi kegerejaan di gunakan untuk menyebut nama Allah yang maha kuasa. Seringkali para jemaat yang berdoa yang menyebut debata hati dan pikiran serta perbuatannya tidak sesuai dengan kehendak Allah, sehingga penyebutan debata dalam penerapannya oleh para jemaat gereja menjadi menyimpang dari apa yang telah di gariskan oleh Injil.
Sehingga apa yang menjadi tujuan doa dan penyebutan debata yang seyogyanya kepada tuhan Allah yang maha kuasa bahkan menjadi boomerang tehadap keimanannaya sendiri. Untuk itu tradisi penyebutan debata dalam tradisi kekinian gereja mesti di kaji dan menjadi tanggung jawab gereja dalam penggunaan kata debata terhadap penerapan doa dan pengharapan para jemaat khususnya bagi jemaat suku pakpak tidak menjadi doa dan pengharapan terhadap Debata kase-kase yang adalah kepercayaan kepada arwah nenek moyang orang-orang pakpak di masa lalu sebelum masuknya injil ke daerah itu (Bdk. Matius 12:37).

Penerapan Ukur Kelleng (kasih)
Demikian halnya dengan  penerapan ukur kelleng (kasih). Bahwa pada masa sebelum masuknya injil ke tanah pakpak orang-orang pakpak telah menyembah dan mempercayai akan kekuatan alam dan arwah nenek moyang. Dalam kepercayaan itu para penganutnya menerapkan kasih adalah sebagai bentuk dari pencapaian terhadap keinginan dah mengharapkan sebuah imbalan atas tindakan.
Dengan kata lain bahwa tindakan berbuat baik di perbuat supaya mendapatkan perlakuan baik ataupun mengharapkan imbalan dari perbuatan baik yang di lakukannya itu. Sementara dalam konsep kekristenan di ajarkan bahwa perbuatan baik bukan lah dengan motiv mendapatkan imbalan ataupun balas jasa. Akan tetapi bentuk-bentuk perbuatan baik dan kasih (kelleng) yang di perbuat adalah bentuk dari kesadaran atas kebaikan allah. Bahwa kita mengasihi adalah karena kita telah di kasihi oleh tuhan dalam diri yesus kristus yang telah mati untuk menebus segala dosa manusia.
Sebab perlu di ketahui bahwa secara garis besar penerapan kelleng dalam tradisi dan pemahaman suku pakpak adalah kelleng kekerabatan yang dinyatakan memiliki suatu hubungan familiar, persaudaraan, garis keturunan dan tradisi ‘padan’(janji yang di buat oleh nenek moyang marga-marga tertentu yang menyatakan sebagai saudara). Sehingga pemahaman kasih terhadap sesama tanpa ‘ada hubungan’ akan sulit di terapkan. Sementara kelleng (kasih) terhadap sesame sebagaimana yang di ajarkan oleh injil meliputi semua orang.
Sehingga penerapan kelleng (ukur kelleng) di tengah-tengah masyarakat suku pakpak hendaknya di kaji kembali. Kelleng harus menjadi milik dan tindakan semua orang dan untuk semua orang. Kelleng tidak hanya di tujukan kepada orang-orang yang memiliki hubungan dengan kita, akan tetapi kelleng di berikan terhadap sesama, seluruh umat manusia. Pebedaan suku,marga, tempat,agama dan perbedaan-pebedaan lainnya yang serinhgkali menjadi pemisah atau hambatan dalam penerapan kasih harusnya di tepis dari kekristenan, sehingga kasih kristus dan injil yang telah hadir di wilayah tanah pakpak tidak menjadi terbatas kepada orang tertentu dan suku tertentu saja dan keberhasilan para penginjil dalam mengabarkan injil sejak awal itu dapat menjadikan masyarakat suku pakpak dapat hidup di tengah-tengah suku lain.


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 KESIMPULAN
Dalam bab terakhir sebagai penutup skripsi ini, penulis memberikan kesimpulan dan saran dari uraian-uraian yang terdapat dalam bab-bab terdahulu.
Beberapa kesimpulan yang dapat di sampaikan adalah sebagai berikut :
Masyarakat yang berdiam di tanah pakpak sebelum masuknya injil hidup dalam kegelapan. Daerah yang terisolir itu memiliki kepercayaan yang di sebut dengan Ugama sipelebegu. Mempercayai kekuatan magis yang dapat di yakini berada di pohon-pohon yang besar, namun memiliki hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakatnya.
Bahwa apa yang menjadi kontroversi di antara tokoh budaya dan masyarakat pakpak dengan apa yang di ungkapkan dan di tetapkan oleh pihak GKPPD seperti tulisan-tulisan yang membuat awal masuknya injil di tanah pakpak, menurut rasio ilmiah tidak ada masalah. Artinya semua kategori memiliki masing-masing muatan yang harus di pahami secara positif. Dimana perbedaan-perbedaaan pendapat yang di maksud memiliki makna-makna dan moment-moment tertentu serta argumentasi-argumentasi logis yang masing-masing dapat di terima pula. Kesemuanya itu harus di terima dengan akal sehat dan dmi pertumbuhan gereja di kemudian hari.
Bahwa masuknya injil di tanah pakapak mengalami bebrapa periode penginjilan menyangkut waktu, tempat dak oknom (tokoh) penginjil yang berbeda-beda, yang secara garis besar dimulai pada tahun 1904: oleh Pdt. Samuel panggabean di kuta usang keppas di mulai September 1905, oleh musa sibarani dan Julius hutabarat di salak simsim sekitar tahun 1907, Evangelist Winfried banurea di suak boang di mulai tahun 1932 dan 1904 di suak keppas sidikalang. Akan tetapi di atas tahun-tahun sebagai mana di sebut di atas tanah pakpak telah di masuki oleh orang-orang yang beragama Kristen melalui pasukan dan mata-mata raja Sisingamangaraja XII yang di mungkinkan telah memalui Aktivitas penginjilan secara terselubung.
Metode yang di gunakan para penginjil di tanah pakpak juga ada beberapa macam, yaitu :
Metode pendekatan langsung; hal ini di lakukan penginjil dengan cara memasuki kehidupan masyarakat secara langsung dengan cara mengajar dan bergaul lansung ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tanah pakpak.
Metode pendeketan politik; hal ini di lakukan dengan cara mengikuti arus perkembangan politik masa itu, seperti momen penghapusan perbudakan yang di kembangkan oleh pemerintah belanda, maka oleh rafles penginjil dari belanda memamfaatkannya dengan memasukkan pengajaran dan pembebasan terhadap para budak serta pengembangan agama Kristen.
Selain itu moment masa perbudakan yang di lakukan oleh penjajah hindia belanda dengan membawa para pembantunya dari tarutung yang telah beragama krosten di mamfaatkan para budak tersebut sebagai momen pekabaran injil ke daerah suak keppas sidikalang.
Selain itu para pedagang yang masuk ke tanah pakpak sekaligus mengdakan penginjilan juga terjadi di salak, dimana musa si barani dan Julius hutabarat setelah di bukanya jalan-jalan oleh pihak pemerintah belanda ke daerah terisolir seperti tanah pakpak di mamfaatkan untuk  penyebaran injil, sampai pendekatannya terhadap raja mandslkop boangmanalu dan raja delleng banurea.
Bahwa masuknya injil ke tanah pakpak terjadi berbagai perubahan terhadap sistim kepercayaan, tatanan kehidupan sosial budaya dan adat istiadat serta tradisi masyarakat setempat yang bertentangan dengan prinsip-prinsip pengajaran injil yang di bawa oleh para pekabar injil. Hal dimaksud seperti : kepercayaan ugama sipelebegu yang menyembah arwah nenek moyang dan benda-benda keramat menjadi kepercayaan terhadap tuhan  yang maha esa (kekristenan), penggunaan benda-benda magis dalam adat-istiadat dan tradisi pada aktivitas dan adat-istiadat di hilangkan dari tradisi masyarakat pakpak yang sudah menganut kekristenan.
Bahwa sangat banyak tradisi budaya suku pakpak yang bergeser menjadi tradisi kegerejaan pada masa terbentuknya lembaga (gereja) hingga pada masa kini. Hal di maksud dapat di lihat dari seni bangunan atau bentuk ukiran dan bentuk-bentuk gereja yang mengikuti ornamen dan bentuk rumah ibadah yang mengikuti bentuk bentuk rumah adat pakpak. selain itu dapat kita lihat pada pemakaian pakaian adat pada momen-momen tertentu acara kegerejaan, pesta perayaan kegerejaan yang di ambil dari tradisi budaya pakpak seperti  pesta peranien (pesta panen), pesta gotilen yang lain-lain pada masa kini di anggap sebagai tradisi kegerejaan. Tradisi lain yang dapat kita lihat ialah penerapan hukum adat-istiadat seperti kebiasaan hormati orangtua dan sesama, menaati hukum adat sebagai bentuk dari penerjemahan injil seperti dalam tradisi pernikahan yang tidak di perkenankan nikah semarga dan marga-marga padan yang telah di tentukan adat tradisi termasuk mengikuti sistim patriarchat (mengikuti garis katurunan ayah).
IV.2 SARAN
Berikut penulis akan memberikan beberapa saran bagi para pembaca dan bagi gereja-gereja di tanah pakpak yang tercinta menyangkut awal masuknya injil ke tanah pakpak dalam pertumbuhan gereja-gereja yang terdapat di wilayah tanah pakpak kedepan, yaitu :
Dalam penentuan tanggal awal masuknya injil di tanah pakpak, hendaknya pihak gereja lebih melibatkan pihak-pihak external seperti tokoh masyarakat, agamawan,para pengetua kuta, saksi-saksi sejarah yang masih hidup  serta majelis gereja, sehingga apa yang di katakana oleh Bishop Pdt. E.J. Solin yang mengatakan bahwa “banyak yang keberatan menyangkut penetuan tanggal tersebut” menyangkut tanggal perayaan 100 tahun masuknya injil di tanah pakpak tidak terjadi lagi. Sehingga dengan demikian dapat pula di temukan tanggal dan tempat perayaan yang di terima semua orang dan terbaik.
Hendaknya semangat kesukuan dalam kehidupan masyarakat suku pakpak di imbangi dengan semangat pertumbuhan dan semangat pengembangan terhadap injil dan kegerejaan, sehingga kehidupan gereja tidak bersifat jalan di tempat akan tetapi dapat bertumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembengan jaman ik secara imani maupun dalam kehidupan sosial masyarakat itu sendiri. Sehingga jika persoalan bahasa menjadi penghambat maupun penghempang pekabaran injil dan dalam pertumbuhan gereja pada masa kini dapat di lakukan upaya kontekstualisasi dan penyatuan antara gereja dengan kebutuhan para jemaatnya. Di samping itu gereja suku pakpak tidak menjadi gereja yang tertutup (menutup diri) terhadap suku dan etnis yang lainnya.
Bagi pembaca yang ingin memperdalam pengetahuan tentang awal masuknya injil ke wilayah tanah pakpak, hendaknya terlebih dahulu menentukan daerah-daerah mana yang akan di bahas sebab begitu luasnya daerah tanah pakpak yang memiliki perbedaan tahun-tahun , perbedaan metode, perbedaan tokoh dan perbedaan tantangan dan hambatan dalam kajian awal masuknya penginjilan di wilayah tanah pakpak.


Daftar Istilah
Injil 
Di sebut missio artinya pengutusan dan missionaris artinya yang di utus. Dalam bahasa yunani kata injil di ambil dari kata euanggelion yang artinya injil, kabar baik. Euanggelion artinya memberitakan injil. Injil dapat di artikan bahwa permulaan injil, kabar baik atau Kerugma adalah merupakn pengutusan (Missio) dari sang kepala gereja yang datang mengabarkan injil ke tanah pakpak.
Tanah pakpak
Dalam kajian ini penggunaan kata tanah pakpak lebih di tujukan kepada tempat, wilayah di mana tanah ulayat suku pakpak terdiri dari lima suak, yaknoi suak simsim, suak pegagan, suak boang, suak kelasen dan suak keppas yang berada di kabupaten dairi, kabupaten pakpak bharat, kabupaten aceh singkil, sebahagian di kabuipaten humbang hasundutan yangv berada di kawasan parlilitan sekitarnya.
Masyarakat Tanah Pakpak
Kata masyarakat tanah pakpak lebih di tujukan kepada pengertian masyarakat yang berdiam di wilayah tanah pakpak yang pada masa awalnya mayoritas di diami oleh masyarakat yang memiliki etnis kesukuan pakpak, akan tetapi pada perkembangan berikutnya hingga pada saat sekarang wilayah suak pegagan, suak kelasen dan suak keppaslebih dominan di diami oleh masyarakatsuku batak toba. Sementara  di kawasan suku simsim dan suak boang penduduk yang berdiam di sana masih di dominasi oleh suku pakpak.
Orang Pakpak (Kalak Pakpak)
Kata ini di tujukan kepada masyarakat yang berdiam di wilayah tanah pakpak yang merupakan bagian dari suku pakpak, bermarga pakpak serta memiliki latar belakang serta kesukuan pakpak yang mencakup 5 suak yakni :suak simsim, suak pegagan, suak keppas, suak boang dan suka kelasen dimana masing-masing suak memiliki marga-marga yang berbeda dan tradisi dan adat istiadat yang sedikit berbeda akan tetapi tetap satu kesatuan yang takterpisahkan dari suak lainnya.
Ugama sipelebegu
Kata ugama bersal dari ungkapan dan sipelebegu adalah  kepercayaan terhadap nenek moyang, kepercayaan terhadap benda-benda magi serta kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan alam yang di anggap dapat menulong dan mencederai penganutnya jika tidak menurutikehendaknya, sehingga diadakan penyembahan berupa pemberian sesajen, upacara-upacara adat dan lain-lain yang di anggap bisa mendekatkan diri mereka terhadap apa yang di pecayai itu.
Budaya Pakpak
Penggunaan kata budaya pakpak diartikan sebagai keseluruhan tradisi dan adat-istiadat yang terdapat di dalam tradisi dan kepercayaan serta kebiasaan-kebiasaan yang merupakan hasil piker dan karya-karya dari nenek moyang orang pakpak. kebudayaan pakpak yang di maksud seperti : adat-istiadat yang mencakup keseluruhan tradisi pesta, upacara-upacara adat, hukum dan pemerintahan lama, cirri khas makanan dan pakaian, lambang-lambang dan senibudaya berupa tarian dan nyanyian yang berasal dari wilayah tanah pakpak, dan lain-lain.
Gereja Tanah Pakpak
Gereja tanag pakpak lebih di artikan kepada keseluruhan gereja-gereja yang terdapat di tanah pakpak, berbeda dengan gereja pakpak yang lebih di artikan kepada gereja kesukuan pakpak yakni GKPPD yang merupakan tuan rumah dari gereja-gereja di tanah pakpak walaupun lahir pada masa perkembangan setelah berdirinya gereja-gereja lainnya.


DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku utama
Abineno J.L. Ch. Dr.; sejarah apostolat di Indonesia, penerbit PT BPK gunung   
mulia; Jakarta; 1997.
Ariarah S. Wesly ; injil dan kebudayaan; penerbit PT BPK Gunung milia; 
Jakarta; 1997
Badiaraja; Barita Mardongan Poda; tanpa percetakan; 1997
Batara Santi; Siraja Batak; tanpa penerbit; tanpa tahun
Bushar Muhammad, prof. SH.; Asas-asas hukum adat; PT. Pratnya 23. Paramita;
Jakarta; 2003.
Castles Lance; Kehidupan politik suatu keresidenan di Sumatera: TAPANULI 1915-1940; penerbit KPG (kepustakaan popular Gramedia); Jakarta; 2001.
Darmanto jatman, Drs.;sekitar masalah budaya; penerbit Alumni; Bandung; tahun 1993.
Fischer TH. H. DR.; pengantar antropologi kebudayaan Indonesia; PT. Pembangunan;  Jakarta; cet. Keempat;1960
Jonge de Pdt. Dr.; pembimbing ke dalam SEJARAH GEREJA; penerbit PT BPK 
Gunung mulia; jakarta;1986.
M. habib mustofo; ilmu budaya dasar, Penerbit Usaha Nasional; Surabaya
Indonesia 1983.
Panjaitan J. th. Pdt. S.Th.; Panggilan dan Suruhan Allah; DIREKTOR 
DEPARTEMEN ZENDING HKBP; Pematang Siantar; November; 1974.
Purba O.H.S., Elvis F. Purba; Migran Batak Toba Diluar Tapanuli Utara (Suatu Deskripsi); Penerbit Monoral; Tanpa Kota;1998.
Schie G. Van; Rangkuman Sejarah Gereja Kristiani Dalam Konteks Sejarah Agama-Agama Lain; Penerbit Obor; Jakarta; 1994.
Sijabat W. bonar, Prof.; Ahu Sisingamangaraja; Percetakan Sinar Harapan; Tahun 1982.
S. Anita Stauffer; Worship and Culture in Dialogue; Department of Theology and
Studies the LWF; Geneva; 1994
Th. Van den end. DR.; Harta dalam  bejana; PT. BPK Gunung Mulia; Jakarta; tahun 1990.
Tumanggor B.T. St., J.H. Manik, dkk; seksi sejarah EBENEZER sejarah 75 Tahun kekristenan di salak simsim; salak; 1989.
Verkuyl J. Dr.; etika Kristen dan kebudayaan; penerbit PT BPK Gunung mulia; Jakarta; 1997
YAD Yogeneel, DR.; Ilmu Agama dan Teologia; PT. BPK Gunung Mulia; Tahun 1978


Buku-buku pendukung:

Ali Muhammad; penelitian Kepentingan prosedur dan strategi; penerbit angkasa; Bandung; 1982.
A.dekuiper, DR.; Missiologi; PT.BPK Gunung Mulia; Jakarta; 1979
Balch Devid – John Stambaugh; Dunia Sosial Kekristenan Mula-mula; penerbit PT BPK Gunung Mulia; Jakarta; 2004
Dalen Burg G.D.Pdt.;Konfesi-konfesi Gereja Luthern; PT. BPK Gunung Mulia; Jakarta; 2000
Djoko Widagdho, Drs. Dkk; Ilmu Budaya Dasar; PT. Bumi Aksara; Jakarta; Tahun 2004 
Ensiklopedia; penerbit yayasan komunikasi bina kasih/omf; Jl.letjen suprapto28;
Jakarta; 2003
Fromm Erich; psikoanalisa dan agama; penerbit ASHA PERS; Tanpa kota; 
Oktober 1988.
Harsoyo, prof,; pengantar antropologie; penerbit bina cipta; tanpa kota; cet.
Kedua; 1972
Kobong Th. Dr.; iman dan kebudayaan; penerbit PT BPK gunung mulia; Jakarta;
1997.
Kunowijiyo; metodologi sejarah; penerbit PT. tiara wacana; yokyakarta; juli 
1994.
Soekanto soerjono; SOSIOLOGI suatu pengantar, penerbit Pt raja grafindo
Persada; Jakarta utara; 2002
Smith Wilfred C.;memburu makna agama; penerbit Pt mizan pustaka; tanpa 
Kota; 1963;
Oekmono R. Dr.; pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 1; PT. BPK gunung
Mulia; Jakarta, tanpa tahun
Surakhman winarno; pengantar penelitian ilmiah; penerbit tarsito; bandung; 
Tahun 1985
Tuinstra E.W .Dr; ilmu agama dan jemaat missioner; penerbit PT BPK gunung Mulia;
Jakarta;1993
Umar junus; mitos dan komunikasi; penerbit sinar harapan; Jakarta; tahun;
1981
W .J S. Poerwadarminta; kamus umum bahasa Indonesia; penerbit balai pustaka;
Jakarta; 2005
Wellem F .D. M.Th. Drs,; KAMUS SEJARAH GEREJA; Penerbit PT BPK Gunung
Mulia; Jakarta; 1997


Sumber-sumber lain, Skripsi,Majalah, Koran, Tabloid
Anicetus ,B. Sinaga, MGR,DR. OFM cap; Dendang bakti-inkulturasi theology dan
Budaya batak; penerbit bina media perintis; medan; 2004
Lingga salmon. 1998; benih yang lama berkembang di tanah pakpak; skripsi
Tidak di terbitkan; program strata satu STT Medan.
Rintis prana. Media komunikasi masyarakat pakpak. edis-XII THN KE-II 2001,
Februari maret.
Sugeng wijaya; agama dan kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa
Adalah tuntutan. Gema bukti barisan, majalah bulanan, kode-II/BB; Hlm
10, Vlp. 5.
Tabloid gamma. 1999 ,29 Agustus. Bakar mayat versi gading. Hal. 25.
Tabloid tempo. 2000, Edisi 30 April. Leak dalam ajaran hindu
The short story of the Eshtabilisment of GKPPD; dikeluarkan oleh kantor pusat 
GKPPD; Jl.kebaktian sidikalang; tanpa tahun
Web site www.Batak.blogspot.comm; “sejarah lahirnya HKBP DAN ANGKA TAHUNSEJARAH BATAK” thrusday, 16 oktober 2006
Wew site www.bakkarablogspot.com.; “DEBATA? NAMA PRIBADI MAHA PENCIPTA?”
25 mei 2006.
Wimanjaya K.liotohe Ev; Narwasta; edisi November 2005; No.28.






Lampiran I :
Daftar pertanyaan yang di ajukan kepada nara sumber saksi awal masuknya injil di tanah simsim:
Nama :Ranap Br. Bancin (2006):
Alamat :barisan salak kec.salak, kabupaten pakpak bharat
Usia : 100 tahun
Jenis kelamin :wanita
Agama :Kristen protestan
Pekerjaan :Wiraswasta

Kapankah di mulainya pekabaran injil di suak simsim tanah pakpak?
Siapakah tokoh pelaku yang pertama kali memberitakan injil di suak simsim tanah pakpak?
Dimanakah proses awal terjadinya penginjilan yang dilakukan para penginjil pada masa itu?
Bagaimanakah respon masyarakat setempat tehadap masuknya para penginjil pada masa itu?
Bagaimanakah respon masyarakat terhadap pengajaran injil yang di bawa oleh para penginjil itu?
Bagaimanakah pola pendekatan (metode) yang di gunakan para penginjil pada masa awal masuknya injil ke tanah pakpak?
Bagaimanakah pola pendekatan yang di lakukan para penginjil terhadap para raja-raja (tatanan pemerintahan lama) yang sebelumnya telah ada di suak simsim Tanah Pakpak?
Siapakah yang terlibat dalam proses awal masuknya injil ke suak simsim tanah pakpak waktu itu?
Bagaimanakah proses berdirinya lembaga penginjilan awal itu?
Lampiran II :
Daftar pertanyaan yang diajukan kepada narasumber keturunan raja delleng (banurea kuta gugung):
Nama :Libur banurea (2006)
Alamat :barisan salak kec.salak, kabupaten pakpak bharat
Usia :54 Tahun
Jenis kelamin :laki-laki
Agama :Kristen protestan
Pekerjaan :Wiraswasta

Siapakah tokoh pelaku yang pertama kali memberikan injil di suak yang menjadi cerita tradisi di simsim tanah pakpak
Bagaimanakah respon masyarakat setempat terhadap masuknya para penginjilan pada masa terbentuknya lembaga gereja awal?
Bagaimanakah respon masyarakat terhadap pengajaran injil yang di bawa oleh para penginjil pasca pendirian lembaga (Gereja) awal)
Bagaimanakah pola pendekatan yang di lakukan para penginjil terhadap masyarakat setempat pada masa terbentuknya lembaga kerja HKBP?
Siapa saja dari kalangan masyarakat yang terlibat pada proses pendirian Gereja HKBP?
Apa pengaruh masuknya injil terhadap kebudayaan setempat pada sebaliknya apa pengaruh kebudayaan setempat terhadap lembaga (Gereja) awal?
Bagaimana kah kontekstualisasi injil (Gereja) terhadap tatanan adat-istiadat  masyarakat setempat setelah berdirinya gereja HKBP di suak simsim.


Lampiran III :
Daftar pertanyaan yang di ajukan kepada narasumber saksi sejarah yang masih pernah hidup di lebbuh Solin Tumba suak simsim pada masa sebelum masuknya injil:
Nama :Ling Br. Boangmanalu (2006)
Alamat :pasar salak kec.salak, kabupaten pakpak bharat
Usia :98 tahun
Jenis kelamin :laki-laki
Agama :Kristen protestan
Pekerjaan :Wiraswasta

Bagaimanakah keadaan kehidupan sosial budaya masyarakat lebbuh solin tumba pada masa sebelum  masuknya agama di kawasan lebbuh solin tumba?
Bagaimanakah sistim kepercayaan yang terdapat di kawasan lebbuh solin tumba pada masa itu?
Apa-apa saja kah yang di anggap masyarakat setempat sebagai benda, tanda-tandfa alam, kekuatan-kekuatan alam yang memiliki kekuatan yang di sembah masyarakat setempat?
Bagaimanakah sistim tatanan kehidupan hukum (tatanan pemerintahan lama) dan adat istiadat pra masuknya agama di daerah itu?
Kapankah di mulainya kehidupan beragama Kristen, islam dan lainnya di kawasan lebbuh solin tumba ?
Bagaimanakah respon masyarakat terhadap pengajaran injil yang di bawa oleh para penginjil pasca pendirian lembaga (gereja) awal?
Bagaimanakah pola pendekatan yang di lakukan para penginjil terhadap masyarakat pada masa itu?
Siapa saja dari kalangan masyarakat yang terlibat pada proses masuknya agama khususnya kekristenan di kawasan itu?
Apa pengaruh masuknya injil terhadap kebudayaan setempat dan sebaliknya apa pengaruh kebudayaan setempat terhadap lembaga (Gereja) awal?
Bagaimanakah bentuk kontekstualisasi injil (Gereja) terhadap tatanan adat-istiadat masyarakat setempat  setelah berdirinya gereja HKBP di suak simsim?


Lampiran IV :

Dokumen-dokumen yang di ambil dari HKBP
Dokumen-dokumen yang di ambil dari GKPPD






























 

Wednesday, February 15, 2017

DPD KNPI KABUPATEN PAKPAK BHARAT DILANTIK


TAMBA TINENDUNG PIMPIN KNPI PERIODE 2016-2019
Ketua DPD KNPI Prov. Sumatera Utara, Sugiat Santoso, MSP, menyerahkan pataka kepada Tamba Tinendung dan mengukuhkan jajaran kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD KNPI) Kabupaten Pakpak Bharat menjadi tanda resminya susunan kepengurusan yang dilantik periode 2016-2019, dan berakhirnya masa jabatan Ir. Yandra Berutu beserta jajarannya sebagai pengurus, Rabu (15/02) di Bale Persinabul (Gedung Serbaguna), jl. Sulang Silima, Salak.

Acara yang turut disaksikan oleh Bupati Pakpak Bharat, Dr. Remigo Yolando Berutu, M.Fin, MBA, yang diwakili Sekretaris Daerah, Sahat Banurea, S.Sos, M.Si, Ketua DPRD, Sonni P. Berutu, STh beserta beberapa anggota DPRD, Kapolres AKBP Jansen Sitohang, SIK, perwakilan FKPD, pimpinan OPD, pimpinan OKP dan OKI beserta jajarannya, para pemuka masyarakat, wartawan dan undangan lainnya berlangsung dalam suasana khidmat.
Dalam arahan Bupati yang disampaikan oleh Sekda menegaskan peran pemuda yang begitu besar sejak dahulu sampai sekarang.

“Para pemuda yang begitu bersemangat memperjuangkan perubahan, karena potensi yang paling besar di tangan para pemuda” sebutnya sembari mengutarakan agar momentum pelantikan ini menjadi wahana kontemplasi kepemudaan dalam arus perubahan yang menjanjikan harapan sekaligus tantangan.
Pernyataan tersebut juga diamini oleh Ketua DPD KNPI Prov. Sumut, yang menekankan pentingnya peran pemuda mengantisipasi beragam tantangan seperti bahaya komunisme, narkoba, MEA, dan kebhinekaan.
“Untuk itu kaum muda harus mampu menjadi garda terdepan menjaga persatuan dan kesatuan serta menghempang beragam gangguan yang ada. Pemuda juga harus mampu bertarung yang untuk itu harus diisi dengan berbagai muatan berkualitas sehingga mampu menghadapi beragam tantangan global”, tutur Sugiat.
Sekaiatan itu Sugiat menyatakan bahwa KNPI juga menyiapkan beasiswa bagi para kadernya yang ingin menempuh pendidikan pada jenjang S-2 di Universitas Sumatera Utara sehingga akan lahir generasi-generasi terbaik nantinya.

“Jangan kecewakan Bupati Pakpak Bharat yang namanya sudah begitu harum di negeri ini, sebagai sosok yang cerdas, visioner, berpihak pada rakyat dan pembangunan serta merupakan pemberi stimulan dan motivator dengan kemampuannya yang luar biasa dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Kalian para pemuda di Pakpak Bharat ini harus bisa menyamai ataupun melebihi kemampuan dan kapasitas beliau. Kalian adalah potensi-potensi unggul dan harus optimis untuk itu”, tambah Sugiat lagi. Ke depan menurut Sugiat, KNPI Pakpak Bharat akan dijadikan pilot project kerukunan organisasi lingkup KNPI.
Tamba Tinendung Ketua terlantik dalam sambutannya juga menyatakan hal yang tak jauh berbeda. “Kesiapan kami sebagai pemuda juga perlu keterlibatan berbagai stake holder untuk memberi ruang, sehingga kami akan mampu menunjukkan dharma bakti di Kabupaten ini”, sebutnya. Menurut Tinendung, kininduma (sejahtera) adalah cita-cita bersama, dan keberagaman yang ada merupakan satuan yang saling menguatkan untuk mencapai kemajuan. Apa yang disampaikan tersebut juga didukung oleh Ketua DPRD dan tokoh masyarakat saat memberikan sambutannya.

Beragam acara juga mengisi pelantikan ini, antara lain hiburan tarian dan nyanyian, makan siang dan ditutup dengan foto bersama. Adapun komposisi pengurus yang dilantik adalah Ketua: Tamba Tinendung, Wakil Ketua: Pagar Berutu, C. Natal Manik, Iwan Taruna Berutu, Rudiyar Sembiring, Rudi Sinamo, Sekretaris: Rizal Efendi Padang, Wakil Sekretaris: Masler Berutu, Muji Burrahman Manik, Riduansyah Bancin, Bahtera Solin, Ahmad Dani Manik, Bendahara: Budi Rasmianto Berutu, Wakil Bendahara: Sin Adestin Berutu, Surtan Sianturi, Sabam Banurea, Sahrun Kudadiri, Bagus Sidiq Pratama, Departemen (Dep) Organisasi: Alimullah Manik, Eben Leonardi Cibro, Benni Banurea, Dep. Kaderisasi dan Keanggotaan: Asli Hasugian, Asliaman Berutu, Swardi P. Berutu, Dep. Hubungan Antar Lembaga: Idul Oberto Barasa, Barmike Manik, Pendra Wiliamsyah Tinendung, Dep. Politik: Desia Caronia Cibro, Warikam Boangmanalu, Piddin Berutu, Dep. Pengabdian Masyarakat dan Sosial: Kasril Berutu, Rosfica Padang, Kamidin Kudadiri, Laba Berutu, Dep. Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: Imanuel Boangmanalu, Sahat Maniur Hutagaol, Oppng Marganda L Banurea, Dep. Kesehatan: Bobby RBE Padang, Sanata Kabeakan, Putra Rahib Berutu, Dep. Koperasi, UKM dan Perindustrian: Abdul Rahman, Freddy Lubis, Eddy Sahputra Tumangger, Dep. Pertanahan, Kehutanan dan Agraria: Togap Nababan, Mike Freddy Banurea, Marudun Boangmanalu, Dep. SDA Energi, Mineral dan Litbang: William S. Sinamo, Benni A. Boangmanalu, Raja Boingo Banurea, Dep. Hukum dan HAM: Dani Raden M. Padang, Palentino Bangun, Julianto Manik, Dep. Agama: Momon Manik, Welly Imron Cibro, Gembira Tumangger, Dep. Pemuda dan Olahraga: Poro Banurea, Lastro P. Banurea, Suyanto Tumangger, Janiver Boangmanalu, Dep. Pendidikan dan Kebudayaan: Mandiri Berutu, Ramudi Manik, Mardi Boangmanalu, Dep. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Ratiman Sitakar, Ranto Tinendung, Ewin Berutu, Dep. Penanggulangan Teroris dan Narkoba: Saprin Manik, Donal Amudi Boangmanalu, Imron Banurea, Dep. Pertanian dan Ketahanan Pangan: Rudi Berasa, Susantri Anto Padang, Sartono Padang, Dep.Penanggulangan Bencana Alam: Ali Sahbana Berutu, Indra Sahputra, Suardono Tumangger, Dep. Pemberdayaan Perempuan: Purnama, Elviana Tinendung,Eppiana Padang, Dep. Penggalangan Opini dan Publikasi: Syawalluddin Solin, Jamalum Berutu, Jandri Manik, Jansen Sianturi. (Jandry Manik)
Keterangan Gambar :
1.       Ketua DPD KNPI Prov. Sumatera Utara, Sugiat Santoso, MSP, menyerahkan pataka kepada Tamba Tinendung Ketua DPD KNPI Pakpak Bharat.

2.       Foto Bersama Jajaran kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPD KNPI) Kabupaten Pakpak Bharat dengan Sekda Pakpak Bharat, Ketua DPRD Pakpak Bharat, Kapolres Pakpak Bharat, Dandim Dairi 0206 serta undangan lainya.

Ikuti Terus Portal Ini

SELAMAT DATANG DI BLOG GETA PAKPAK